Kamis,  11 September 2025

Urus Izin Tambang Di Kaltim Rp 3,5 Miliar, Dayang Donna Dikenal Sakti 

RN/NS
Urus Izin Tambang Di Kaltim Rp 3,5 Miliar, Dayang Donna Dikenal Sakti 
Dayang Donna Walfiaries Tania (DDW).

RN - Sepak terjang Dayang Donna Walfiaries Tania (DDW) kandas. DDW kini harus tidur dibui usai ditangkap KPK.

DDW adalah tersangka kasus dugaan suap pengurusan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kalimantan Timur (Kaltim). Di Kaltim nama Dayang Donna dikenal sebagai wanita yang jago mengurus izin. 

Putri dari mantan Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak (AFI) ini juga menjabat sebagai Ketua Kadin Kaltim. Dia diduga menerima suap Rp3,5 miliar terkait pengkondisian IUP tersebut.

BERITA TERKAIT :
Mobil Mercy Milik RK Belum Lunas Keseret Korupsi Bank BJB

"Kalau mentok urus IUP biasanya harus ke Dayang Donna tapi kenanya mahal," tegas salah satu pengusaha tambang di Kaltim yang namanya enggan disebutkan.

"Saudari DDW ditahan untuk 20 hari pertama, terhitung sejak 9 sampai dengan 28 September 2025. Penahanan dilakukan di Cabang Rumah Tahanan Negara Klas IIA Jakarta Timur," kata Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (10/9/2025).

Sebelumnya, KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini. Dari pihak penerima, yakni Dayang Donna dan ayahnya Awang Faroek Ishak. Namun, status tersangka Awang Faroek gugur karena telah meninggal dunia.

Sementara dari pihak pemberi adalah Rudy Ong Chandra (ROC), yang ditahan sejak Jumat (22/8/2025) setelah dijemput paksa lantaran berulang kali mangkir dari pemeriksaan. Meski demikian, pengumuman resmi penahanannya baru disampaikan pada Senin (25/8/2025).

Kasus ini bermula pada Juni 2014, ketika Rudy memberi kuasa kepada Sugeng, seorang makelar asal Samarinda, untuk mengurus perpanjangan enam izin tambang eksplorasi. Namun, pada Agustus 2014, proses tersebut dilanjutkan oleh kolega Sugeng, Iwan Chandra (IC).

Rudy dan Iwan sempat menemui Gubernur Kaltim saat itu, Awang Faroek, di rumah dinasnya untuk membicarakan perpanjangan enam IUP yang terhambat. Sebagai biaya pengurusan, Rudy mengirim Rp3 miliar yang diserahkan kepada Amrullah, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim.

Pada Januari 2015, Iwan mengajukan permohonan resmi perpanjangan enam IUP atas nama PT Sepiak Jaya Kaltim, PT Cahaya Bara Kaltim, PT Bunga Jadi Lestari, dan PT Anugerah Pancaran Bulan. Untuk memperlancar, Iwan menyerahkan Rp150 juta kepada Markus Taruk Allo, Kepala Seksi Pengusahaan Dinas ESDM Kaltim, serta Rp50 juta kepada Amrullah.

Tak lama kemudian, Dayang Donna menghubungi Amrullah untuk menanyakan perkembangan izin Rudy. Melalui Sugeng, Rudy bernegosiasi dengan Donna. Awalnya Iwan menawarkan Rp1,5 miliar, tetapi ditolak. Donna meminta Rp3,5 miliar.

Permintaan itu dipenuhi. Pada Februari 2015, berlangsung pertemuan di sebuah hotel di Samarinda. Dalam pertemuan tersebut, Iwan menyerahkan Rp3 miliar dalam pecahan dolar Singapura, sementara Sugeng memberikan tambahan Rp500 juta, juga dalam pecahan dolar Singapura.

Sebagai imbalannya, Rudy menerima enam Surat Keputusan (SK) perpanjangan IUP dari Donna, yang dikirim melalui babysitternya, Imas Julia (IJ).

“Permintaan tersebut dipenuhi. Selanjutnya terjadi pertemuan di salah satu hotel di Samarinda antara saudara ROC dan saudari DDW, dimana Sdr. IC diminta untuk mengantarkan amplop berisi uang sejumlah Rp3 miliar dalam pecahan dollar Singapura, bersamaan saudara ROC memerintahkan Saudara SUG memberikan uang Rp500 juta dalam pecahan dollar Singapura kepada Saudari DDW. Setelah terjadi transaksi tersebut, saudara ROC melalui Saudara IC menerima dokumen berisi SK 6 IUP dari Saudari DDW yang diantarkan oleh Saudari IJ selaku babysitter Saudari DDW,” kata Asep.

Atas perbuatannya, Rudy Ong Chandra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b, atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan Dayang Donna disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.