RADAR NONSTOP - Edan bin gila mungkin kata - kata itu belumlah cukup untuk menggambarkan kinerja KPU. Bayangkan saja, 57.794 lebih salah entry data ditemukan di Situng (Sistem Informasi Hitungan) pada laman pemilu2019.kpu.go.id.
Kesalahan sebanyak itu ia temukan pada Rabu (1/5/2019), saat ia mengecek Situng tersebut oleh pakar IT dari Universitas Airlangga, Soegianto Soelistono, belum lama ini.
"HENTIKAN SITUNG KPU SEMENTARA ....!!!!! BAGAIMANA RAKYAT DISUGUHI DATA SEPERTI INI? 57 ribu lebih kesalahan ditemukan hari ini. Kok bisa? Bantu cek ya?" kata Soegianto di laman Facebooknya, Jumat (3/5/2019).
BERITA TERKAIT :Sri Mulyani Langsung Ke Prabowo, Airlangga Jadi Menko Perekonomian Banci?
Golkar Dapat 7 Menteri, Airlangga Yang Kerja Tapi Bahlil Yang Atur?
Bersama postingan ini, dia melampirkan dokumen dari google.com.
Saat dokumen itu dibuka dan ditelusuri hingga bagian paling bawah, diketahui jumlah data yang mengandung unsur kesalahan sebanyak 57.794 data.
Kesalahan input sebanyak ini diakibat oleh penggelembungan perolehan suara untuk pasangan nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin dan penyunatan perolehan suara untuk pasangan nomor urut 02 Prabowo-Sandi, namun antara jumlah suara sah dan suara tidak sah, tidak disesuaikan, sehingga total perolehan suara 01 dan 02 jika dijumlahkan tidak sesuai dengan suara sah tersebut.
Sebagai contoh, di TPS 1 Kelurahan Kuta Padang, Kecamatan Bubon, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh, jumlah pemilih dalam DPT 271 orang, dan warga yang menggunakan hak pilihnya 224 orang. Namun akibat penggelembungan dan penyunatan suara, di TPS ini disebutkan bahwa suara sah sebanyak 236 dan suara tidak sah 8 atau total 244 suara.
Dengan kata lain, di TPS ini kelebihan 20 pemilih.
Contoh lain, di TPS 16 Kelurahan Tegalallang, Kecamatan Gianyar, Bali, jumlah DPT 228, pemilih yang menggunakan hak suaranya 226, namun suara sah dinyatakan 226 dan tidak sah 6, sehingga praktis di TPS ini seluruh pemilih dinyatakan menggunakan hal pilihnya (100%).
Kesalahan input data yang ditemukan Soegianto terdapat di 26 dari 34 provinsi di Tanah Air, yakni Aceh, Bali, Banten, Bengkulu, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Gorontalo, Jambi, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Riau, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Utara.
Dari ke-26 provinsi itu, input data dengan kesalahan terbanyak antara lain berasal dari Provinsi-provinsi dimana Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi mengklaim mendapat suara terbanyak, seperti DKI Jakarta, Nusa Tenggara Barat, Aceh, Sumatera Barat.
Meski demikian, provinsi dimana Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf mendapatkan suara terbanyak, yakni Kalimantan Timur, dan Jawa Tengah, juga mengalami kesalahan input yang sangat banyak.
Selain mendapati ketidaksesuaian antara jumlah pemilih yang menggunakan haknya dengan suara sah, soegianto juga menemukan banyak sekali input data yang tidak disertai scan formulir C1, meskipun wajib sebagai bentuk validasi data.
Islamic Cyber Community melalui poster yang disebarkan di media sosial mengingatkan bahwa UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu mengancam siapun yang merubah hasil perhitungan suara Pemilu, dengan hukuman pidana.
Pasal 309 UU tersebut menyatakan; "Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan peserta pemilu tertentu mendapatkan tambahan suara atau perolehan suara peserta pemilu menjadi berkurang dipidana 4 tahun dan denda Rp48 juta".
Sementara pasal 312-nya menyatakan; "Setiap orang yang dengan sengaja mengubah, merusak, dan/atayu menghilangkan berita acara pemungutan dan penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara sebagaimana pasal 181 ayat 4, dipidana 3 tahun dan denda Rp36 juta".