RADAR NONSTOP - Sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dikeluhkan masyarakat Depok. Hendak sekolah dimana anak - anak yang rumahnya jauh dari lokasi sekolahan.
“Banyak masyarakat yang berpikir zonasi itu adalah segala-galanya. Sistem ini seperti tidak memberikan penghargaan kepada adik-adik kita, terutama yang nilai Ujian Nasional (UN)-nya tinggi. Nilai itu mau diapakan kalau berpatok dengan sistem zonasi murni,” ujar Walikota Kota Depok Mohammad Idris, Jumat (21/6/2019).
Perbedaan penafsiran sistem zonasi antara masyarakat dan Kementerian Pendidikan, katanya, memunculkan pemikiran ekstrem dalam menyikapi sistem zonasi. Jika nilai UN hanya dihitung berdasarkan persentase, itu tidak objektif.
BERITA TERKAIT :Bertahun-Tahun TPS Limo Depok Gak Beres Oleh Idris-Imam, Kini Pengelola Diseret Ke Bui Oleh KLH
UN Muncul Lagi & Zonasi Dihapus, Kebijakan Ngaco Nadiem Bakal Dibabat
“Jika hal tersebut terus diberlakukan, lebih baik tidak perlu diadakan UN,” ujarnya.
Selain itu, menurut Idris, yang harus diperhatikan adalah mendesak pembuatan pembangunan SMA/SMK negeri di setiap kelurahan atau peralihan masa peraturan menteri baru bisa dilaksanakan setelah terpenuhi seluruh fasilitas atau dalam masa bertahap.
“Contohnya di daerah Cilodong, Leuwinanggung, mereka mau sekolah di mana, tidak akan bisa ke mana-mana karena lokasinya jauh. Kalau acuannya zonasi murni dengan penghitungan jarak, mereka tidak akan bisa diterima di sekolah mana pun,” ujarnya.
Jumlah SMA/SMK negeri yang tidak memadai di Depok, menurutnya, harus segera dibenahi karena pendidikan adalah prioritas dan salah satu janji kampanyenya saat maju sebagai kepala daerah beberapa tahun lalu. Namun, di sisi lain, Pemerintah Provinsi Jawa Barat belum bisa membangun SMA/SMK negeri karena keterbatasan anggaran, sedangkan Pemerintah Kota Depok tidak bisa membangun sekolah sendiri.
“Kalau kita lakukan itu kita harus hibah ke provinsi. Lucu, dong, ibaratnya anak kasih uang ke bapaknya. Padahal kita saja masih minta anggaran ke gubernur untuk underpass, taman, dan fasilitas lainnya. Untuk tahun anggaran 2020 saja kita masih kurang Rp500 miliar,” ujar Wakil Wali Kota Depok, Pradi Supriatna.
Solusi lain yang harus ditempuh, kata Pradi, ialah mengembalikan sistem PPDB pada tahun-tahun sebelumnya atau menyerahkan kembali aturan serta kebijakan SMA/SMK dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat kepada Pemerintah Kota Depok.