RADAR NONSTOP - Setelah ruang kerja, rumah dinas Gubernur Kepri Nurdin Basirun juga digeledah KPK.
Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) menggeledah empat lokasi di Kepulauan Riau, Jumat (12/7/2019).
Penggeledahan ini terkait penanganan kasus dugaan suap izin prinsip reklamasi di Tanjung Piayu dan dugaan penerimaan gratifikasi yang menjerat Gubernur Kepri Nurdin Basirun.
BERITA TERKAIT :Ongen Sangaji Bantah Partai Nasdem Tidak Maksimal Dukung RIDO
Bung Berewok, Prabowo: Panggil Saya Fu Manchu
Ada empat lokasi digeledah yakni rumah dinas dan kantor Nurdin, kantor Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Edy Sofyan dan kantor Kepala Bidang Perikanan Tangkap Budi Hartono.
Dalam kode suap, Nurdin memakai sandi ikan laut. Bahkan, saat pertama kali ditangkap mengaku tak terima duit dan hanya bingkisan kepiting.
Saat dibongkar isi bingkisan itu berisi duit Dolar Singapura dan pecahan rupiah. Nurdin memang sudah diintai KPK sejak lama.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, KPK menemukan 13 tas dan kardus berisi uang dalam mata uang rupiah dan asing. KPK juga mengamankan dokumen-dokumen terkait perizinan.
Diketahui, selain mengusut perkara suap terhadap Nurdin terkait izin prinsip reklamasi, KPK juga menduga Nurdin menerima suap atas hal lain yang berkaitan dengan jabatannya.
Dugaan itu didasarkan pada penemuan sejumlah uang dalam lima pecahan mata uang asing dan Rp 132.610.000 dalam sebuah tas saat KPK menggeledah kediaman Nurdin, Rabu (10/7/2019).
KPK mengamankan sejumlah uang dengan rincian, 43.942 dollar Singapura, 5.303 dollar Amerika Serikat, 5 euro, 407 ringgit Malaysia, 500 riyal Arab Saudi, Rp 132.610.000.
Dalam kasus suap izin reklamasi, Nurdin diduga menerima 11.000 dollar Singapura dan Rp 45 juta dari pihak swasta Abu Bakar. Uang itu diberikan lewat Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Edy Sofyan dan Kepala Bidang Perikanan Tangkap Budi Hartono.
Nurdin juga menggunakan sejumlah kata sandi dalam praktik korupsi suap terkait izin prinsip reklamasi di Tanjung Piayu.
"Selama proses penyelidikan sebelum operasi tangkap tangan dilakukan Rabu kemarin, tim KPK mencermati sejumlah penggunaan kata sandi yang kami duga merupakan kamuflase untuk menutupi transaksi yang dilakukan," ujar Febri.
Kata sandi yang dipakai antara lain "ikan", "kepiting", dan "daun".
"Disebut jenis 'ikan tohok' dan rencana 'penukaran ikan' di dalam komunikasi tersebut. Selain itu, terkadang digunakan kata 'daun'," papar Febri.
Febri melanjutkan, ketika penyidik KPK melakukan OTT pertama kali di Pelabuhan Sri Bintan, Tanjungpinang, salah satu pihak yang diamankan juga sempat berdalih bahwa dia tidak menerima uang. Namun, ia mengaku menerima paket berisi kepiting.
"Ketika KPK melakukan OTT awal di pelabuhan, pihak yang diamankan saat itu sempat berdalih tidak ada uang yang diterima, tetapi kepiting," kata Febri.
Diketahui, di pelabuhan tersebut, penyidik KPK mengamankan seorang swasta bernama Abu Bakar dan Budi Hartono selaku Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP.