RADAR NONSTOP- Sejumlah pengamat dan aktifis anti korupsi menyoroti maraknya praktek jual beli buku nonteks yang terjadi di hampir seluruh SMA di Kota Tangerang Selatan (Tangsel).
Mereka menilai, praktek jual paksa buku pelajaran yang harganya mencapai jutaan rupiah yang memberatkan para orang tua siswa ini sudah masuk kedalam kategori Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Salah satunya, dari koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji yang mengungkapkan bahwa persoalan ini merupakan tindak pidana penyalahgunaan wewenang.
BERITA TERKAIT :DPRD Tangsel Tancap Gas, Kebut 12 Raperda Di 2025
Modus Baru Hipnotis Di Serpong Tangsel, ATM Ditukar Lalu Dikuras, Duit Belanja Emak-Emak Ludes
“Ya sekolah ga boleh lepas tangan, terkesan menyalahkan penerbit, padahal pasti dua belah pihak yang terlibat. Ini sudah bisa disebut, tindak pidana penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri, apa mungkin dia bisa melakukan itu kalau dia bukan pihak yang punya wewenang?. Sudah masuk tindak pidana korupsi, lalu di institusi pendidikan pula,” katanya saat dikonfirmasi melalui pesan Aplikasi WhatsApp, Sabtu (31/8/2019).
Ubaid juga mengatakan, seharusnya aparat penegak hukum dapat bertindak tegas, tanpa harus menunggu adanya laporan pengaduan. Dia memperingatkan pula, jika tidak ada proses terkait hal ini, pihaknya akan bertindak untuk melaporkan perkara ini, ke instansi terkait.
Selain Ubaid, Direktur Akademi Anti Korupsi, Ade Irawan juga menyikapi terkait persoalan terkait. Dia menegaskan, bahwa pada dasarnya segala hambatan yang membuat masyarakat mendapatkan pelayanan pendidikan harunsnya dihilangkan.
“Karenanya jual paksa buku pelajaran mestinya tidak ada lagi, apalagi sekolah juga bukan toko buku. Mesti ditelusuri ini faktor yang membuat terjadi jual paksa buku, kadang masalahnya bukan di sekolah. Sekolah hanya jadi korban tekanan institusi di atasnya yang sudah kerjasama dengan penerbit,” tukasnya, lewat pesan Aplikasi WhatsApp, Minggu (1/9/2019).
Sebelumnya, terungkap praktek jual buku nonteks (tidak wajib) di sejumlah SMA di Kota Tangsel. Seperti terjadi di SMA 6 Tangsel, yang diketahui bahwa agen penyalur buku memberikan fee sebesar 15 persen dari hasil penjualan buku, yang juga diakui oleh pihak koperasi sekolah.
Praktek serupa juga terjadi di sekolah-sekolah lain, sperti di SMA 9, SMA 12, dan beberapa sekolah lainnya. Bahkan ada rumor yang beredar, praktek ini juga terjadi di tingkatan SD dan SMP di Kota Tangsel.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Tangsel bakal menindak tegas oknum yang terlibat jika terbukti melanggar hukum.
“Terkait maraknya jual beli buku yang berada di wilayah, kami Kejari Tangsel melihat dan menelaah secara detail dugaan tersebut, ya dimana teman-teman sudah menyampaikan ke Kantor Cabang Daerah (KCD) Dindikbud, dimana pak Heriyanto mengatakan bahwa akan menindak dengan tegas jika ditemukan hal-hal yang dalam tanda kutip fiktif. Kami dari mengapresiasi tindakan KCD tersebut, namun demikian kami akan menindaklanjuti dugaan yang ada sekarang, dugaan pungli dan lain-lain,” tutur Kepala Seksi Intelijen Kejari Tangsel Setyo Adhi Wicaksono beberapa waktu lalu.