Jumat,  17 May 2024

Akamedisi: Karena Azas Manfaat, Sudah Pasti Ada Muatan Politik Dalam KS-NIK

YUD
Akamedisi: Karena Azas Manfaat, Sudah Pasti Ada Muatan Politik Dalam KS-NIK

RADAR NONSTOP - Pemerhati Kebijakan Perkotaan dari Institut Bussines Muhammadiyah BekasiHamluddin mengungkapkan, regulasi Kartu Sehat (KS) sebenarnya muncul di tahun 2010.

Ketika itu, kata dia, sasarannya adalah masyarakat miskin yang disarankan dengan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM), ketika ingin berobat gratis harus ke RT dulu.

"Itu yang dulu sempat dijalankan oleh masyarakat. Namun seiring perjalanan waktu, panjangnya syarat dan proses prosedur saat itu kemudian memilih jalur berbeda, masuk di tahun 2017 melalui SK Walikota Nomor 110 kalau tidak salah tentang Pembayaran Jaminan Kesehatan, sistemnya tagihan dari pihak rumah sakit. Kemudian lanjut di data ini dianggap sebagai sebuah produk Pemerintah yang bisa memberikan manfaat," paparnya.

Kemudian, lanjut Hamluddin, hal itu didorong ke Perda (Peraturan Daerah) Tahun 2018 kalau tidak salah Nomor 19.

"Hal ini menjadi kajian kami karena saat itu saya terlibat di dalamnya. Yang menarik adalah proses perjalanan ini dibuat seolah-olah tidak seperti pada umumnya, misalnya Kepwal (Keputusan Walikota) lebih dulu dibuat ketimbang Perda yang mana pada umumnya harusnya Perda dulu baru dituangkan lewat Keputusan Walikota. Mungkin pertimbangannya karena ajas manfaat. Jadi, sudah pasti ada muatan politis didalam KS-NIK," terangnya.

Terkait muatan atau konten dalam Perda tersebut, lanjut Hamluddin, tadi sudah disinggung tidak ada sistematika didalam pembayaran, tagihan dan sebagainya itu menjadi kajian didalam SK, SK itu disusun belakang tetapi memberi ruang pelayanan sampai SK tersebut tetap berlaku.

"Jadi, Undang-undang yang lahir atau Peraturan Menteri yang sifatnya lebih tinggi sebenarnya tidak mematikan aturan yang afa dibawahnya yang lebih rendah, jadi saling melengkapi. Itu yang saya baca dari filosofi penyusunan aturan dari regulasi yang berlaku di Kota Bekasi, itu terkait akademik. Jadi menurut saya KS itu bagus karena menghidupkan masyarakat dari segi dunia kesehatan. Di Undang-undang juga disebutkan tentang jaminan kesehatan untuk masyarakat. Sandaran SK Walikota yang lahir sebelum Perda lahir itu Undang-undang Kesehatan," terangnya.

"Makanya Walikota berani. Saya berani pasang badan katanya untuk mensejahterakan rakyat karena itu diamanahkan didalam UUD 1945 dan UU Kesehatan," tambah dia.

Tapi kemudian, lanjut dia, sekarang ini dipertentangkan dengan BPJS. Dewan sekarang didorong hak angket karena bertentangan dengan BPJS terkait regulasi rincian biaya dalam transaksi untuk bisa diketahui si pasien KS, atau bahkan kwitansi yang tidak ada didalam bertransaksi seperti pembelian obat. Hal ini sebenarnya yang harus kita kaji bersama. Jika kita lihat secara aspek profesional, bisa gak Perda ini di elaborasi ke BPJS.

Hamluddin menambahkan, evaluasi Walikota ada 4 poin yang direkomendasikan termaksud kami yang merekomendasikan salah satunya mengkaji ulang sistem pembayaran KS.

"Jika dianggap membebani APBD, kita pindahkan saja ke BPJS sehingga alur prosesnya mengikuti BPJS yang selama ini sudah berjalan. Makanya sekarang pakai rujukan, Puskemas dulu baru ke Rumah Sakit," katanya.

Ketika KS muncul dengan anggaran yang begitu besar kalau tidak salah ada Rp 200 Milyar lebih sampai masyarakat Kemang Pratama pun ada yang menjadi peserta KS. Ini menurut dia, keberanian dari seorang Kepala Daerah yang berimplementasi politis.

Hamluddin menjelaskan, dirinya melihat ada satu ruang yang sebenarnya bisa menjadi panggung anggota dewan karena bolanya kemarin itu ada di Dewan.

"Regulasi Perda No.19 Tahun 2018 itu ada di Dewan bolanya. Artinya yang mengesahkannya itu adalah dewan. Bicara hak angket, regulasinyakah atau pelaksanaannya yang ingin di Hak Angket Dewan?," pungkasnya.

BERITA TERKAIT :
Dinkes Kota Bekasi Imbau Masyarakat Melakukan Pencegahan DBD Dengan PSN 4M Plus
Pj Wali Kota Bekasi Lemah, Gagal Lobi Tapi Jago Mempertahankan Jabatan