RADAR NONSTOP - Membina rumah tangga penuh dengan beban. Persoalan utama adalah soal ekonomi.
Dari ekonomi inilah banyak pasangan suami istri bercerai. Sebab, gaya hidup tinggi dengan minimnya pendatapan bisa berakibat fatal.
Berbagai persoalan, seperti seringnya bertengkar, hilangnya rasa kecocokan, KDRT, faktor ekonomi, hingga perselingkuhan sering jadi sumber masalah keretakan hubungan rumah tangga yang berujung perceraian.
BERITA TERKAIT :Bahlil Akui Subsidi BBM & Listrik Bocor Rp 100 T, Era Jokowi Masalah Gak?
Ibu Dan Istri Dihina Jadi Pelacur, Tukang Jagal Ikan Penggal Kepala Mantan Istri Siri
Dari tahun 2015-2017, tren perkara putusan (inkracht) perceraian di Pengadilan Agama seluruh Indonesia mengalami peningkatan. Misalnya, jumlah perkara pengajuan cerai talak (suami) dan cerai gugat (istri) di 29 Pengadilan Tinggi Agama pada tahun 2015 tercatat totalnya sebanyak 394.246 perkara (cerai talak: 113.068 dan cerai gugat: 281.178 perkara) dan yang diputus sebanyak 353.843 perkara (cerai talak: 99.981 dan cerai gugat: 253.862 perkara).
Tahun 2016 tercatat sebanyak 403.070 perkara (cerai talak: 113.968 dan cerai gugat: 289.102 perkara) dan yang diputus sebanyak 365.654 perkara (cerai talak: 101.928 dan cerai gugat: 263.726 perkara). Sedangkan tahun 2017, tercatat totalnya sebanyak 415.848 perkara (cerai talak: 113.987 dan cerai gugat: 301.861) dan yang diputus sebanyak 374.516 perkara (cerai talak: 100.745 dan cerai gugat: 273.771). Sehingga, tren perkara perceraian yang diputus dalam tiga tahun terakhir itu kisaran 353.843 hingga 374.516 perkara.
Sementara sebanyak sebanyak 419.268 pasangan bercerai sepanjang 2018. Dari jumlah itu, inisiatif perceraian paling banyak dari pihak perempuan yaitu 307.778 perempuan.
Sedangkan dari pihak laki-laki sebanyak 111.490 orang. Jumlah di atas merupakan perceraian yang dilakukan atas dasar pernikahan pasangan muslim. Belum termasuk pasangan nonmuslim, yang melakukan perceraian di pengadilan umum.
Nah, kisah HF yang nekat membakar diri. Pria 32 tahun itu nekat mengguyur tubuhnya dengan bensin dan membakar diri di kediamannya Jalan Kramat Ganceng, Kelurahan Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, pada Senin (18/11).
Data dari Polsek Cipayung menyebutkan, HF mengakhiri hidupnya lantaran tidak bisa melihat anaknya. Padahal, rumah HF dan mertuanya berdekatan.
Kepala Unit Reskrim Polsek Cipayung AKP Budi Setyanta menjelaskan bahwa peristiwa itu diawali keributan rumah tangga antara HF dan istrinya. Sang istri sering meminta cerai, namun HF selalu menolak karena masih sayang.
"Jadi anaknya dibawa sama mertuanya dan enggak boleh melihat anaknya," papar Budi.
Adapun penyebab mertua dan sang istri meninggalkannya lantaran persoalan ekonomi. HF yang hanya bekerja sebagai sekuriti tidak sanggup mengikuti kehidupan keluarga yang diduga mewah.
"Iya ribut, karena masalah ekonomi. Ini kan korban seorang sekuriti. Ya menurut dia karena ekonomi, karena istrinya dan keluarga hidupnya terlalu mewah," tuturnya.
HF dan istrinya juga sudah pisah ranjang selama dua bulan. Menurut keterangan HF, ketidakharmonisan keluarganya disebabkan oleh mertua atau keluarga dari sang istri.