Sabtu,  23 November 2024

OPINI

Motor Bisa Kurangi Kemacetan, Ini Hasil Studinya

NS/RN
Motor Bisa Kurangi Kemacetan, Ini Hasil Studinya
Ilustrasi

RADAR NONSTOP - Jakarta selalu diklaim sebagai kota macet. Walau sudah turun statusnya dari tiga besar menjadi 10 besar di dunia tapi macet masih menjadi momok. 

Usulan pun muncul dari Gedung DPR agar wacana untuk mengatasi kemacetan dengan cara mengurangi akses jalan sepeda motor. Ia mengatakan bahwa beberapa jalan nasional di negara lain sudah menerapkan aturan yang sama.

Tapi hasil riset oleh asosiasi industri sepeda motor di Belgia, FEBIAC, justru mengatakan motor dapat menjadi solusi mengatasi kemacetan. Penelitian ini menemukan jika seperempat dari pengguna mobil diganti dengan motor maka kemacetan dapat berkurang.

BERITA TERKAIT :
Ngaku Leasing Rampas Motor, Jakarta Rawan Rampok
Macet DKI Makin Parah, Begini Cara Ngeles Pj Gubernur Heru

Riset itu juga menyimpulkan kemacetan bisa berkurang setengahnya apabila 10 persen pengguna mobil berubah menjadi pengguna sepeda motor. Data ini juga menghasilkan ruang parkir 20 persen lebih banyak jika mobil diganti dengan motor. Sedangkan jika 40 persen pengguna mobil berganti jadi pengguna motor maka kemacetan sepenuhnya akan hilang.

Jika dipikir secara gamblang memang jelas sekali ukuran sepeda motor dan mobil berbeda jauh. Apalagi ini akan efektif jika pengguna mobil benar-benar sendirian di dalamnya.

Belgia bahkan melakukan sebuah kampanye kepada warganya agar menggunakan sepeda motor dengan tajuk Ride to Work Day. Saat ini di Belgia, tidak semua pemilik sepeda motor atau skuter menggunakan kendaraan roda duanya untuk beraktivitas. Di sana, sepeda motor dianggap sebagai kendaraan untuk dipakai di hari libur.

Hasil riset itu juga menemukan bahwa menggunakan sepeda motor akan mengurangi stres. Selain mengurangi stres karena macet dan susahnya mendapatkan parkir, mengendarai sepeda motor juga menjadi kegiatan yang menyenangkan.

Disebutkan, dengan kendaraan roda dua, pengendara dapat menghindari stres karena macet dengan menyalip di antara barisan mobil yang terjebak kemacetan. Mengutip Brussels Express, di jalanan Belgia yang macet, pengendara sepeda motor dan skuter bisa melaju lebih cepat dengan bermanuver di antara mobil-mobil.

Perusahaan spesialis teknologi lokasi, TomTom, sebelumnya merilis hasil Indeks Lalu Lintas TomTom (TomTom Traffic Index). Dalam indeks tersebut, TomTom merilis daftar kota-kota termacet di dunia selama tahun 2019.

TomTom Traffic Index meliputi 416 kota dari 57 negara di dunia. Dari 10 besar kota termacet di dunia 2019 berdasarkan indeks yang dirilis TomTom, Jakarta masih masuk 10 besar. Jakarta menduduki posisi ke-10 kota termacet di dunia.

Dalam index kota termacet di dunia tersebut, posisi Jakarta memang turun. Tahun 2018, Jakarta mengisi posisi ketujuh kota termacet di dunia.

Sama seperti tahun 2018, tingkat kemacetan Jakarta menurut TomTom sebesar 53%. Tingkat kemacetan atau congestion level di sini maksudnya adalah perjalanan di Jakarta membutuhkan waktu 53% lebih lama dibanding kondisi tanpa kemacetan.

Seperti diberitakan Anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Nurhayati Monoarfa, melontarkan ide untuk membatasi ruang gerak sepeda motor di jalan raya. 

Usulan itu saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) , di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Selasa (18/2/2020). RDPU itu digelar bersama pakar guna membahas masukan Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), dan RUU Revisi UU Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan.

Menurut Nurhayati, jalanan nasional di negara lain, misalnya China, juga dibatasi penggunaan sepeda motornya. Hanya motor dengan kapasitas mesin minimal 250cc yang boleh melintas di jalan nasional.

Meski mewacanakan pembatasan ruang gerak sepeda motor di jalanan, Nurhayati juga mengaku kalau aturan tersebut nantinya akan serta-merta melarang motor berada di jalan raya. Semua akan dilihat berdasarkan kondisi wilayah masing-masing.

"Tidak adanya roda dua pun akan menyulitkan masyarakat luas. Di tempat-tempat seperti Jakarta, mungkin tidak menjadi masalah karena kendaraan umumnya sudah baik seperti adanya MRT dan lain-lain. Tetapi, di daerah-daerah lain itu mungkin agak kesulitan kalau kendaraan roda dua tidak diakomodir. Tetapi, area di mana kendaraan roda dua bisa melintas mungkin itu yang bisa kita atur," pungkas Nurhayati.