RADAR NONSTOP - Tersangka kasus pengurusan fatwa Mahkamah Agung untuk Djoko Tjandra, Andi Irfan Jaya (AIJ), dibawa ke gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pelaksana tugas Juru Bicara bidang Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan, bekas politikus Partai NasDem (Partai yang didirikan dan dikomandoi Surya Paloh) itu akan diperiksa penyidik Kejaksaan Agung.
"Tersangka AIJ dibawa ke KPK dalam rangka pemeriksaan oleh penyidik tim Kejaksaan Agung. Mengenai materi pemeriksaan tentu menjadi wewenang penyidik Kejaksaan Agung," kata Ali dalam keterangannya, Jumat (18/9).
BERITA TERKAIT :Setyo Budiyanto Jadi Ketua KPK, Bakal Geber OTT Ke Koruptor
Rakyat Menderita Saat Corona, Koruptor Malah Beli Pabrik Air Minum Di Bogor
Diketahui, penyidik Kejagung telah menetapkan bekas politikus Partai NasDem, Andi Irfan Jaya, sebagai tersangka. Irfan disebut dibawa tersangka Jaksa Pinangki Sirna Malasari bertemu Djoko Tjandra untuk menawarkan proposal fatwa MA.
"Sebagai bentuk sinergi antar APH (aparat penegak hukum), KPK fasilitasi tempat penahanan dan pemeriksaan tersangka," tutup Ali.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Andi memang ditahan di Rumah Tahanan KPK sejak, Rabu (2/9). Ali menyebut, penitipan itu sebagaimana surat permohonan yang disampaikan oleh Direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejagung kepada lembaga antikorupsi.
"AIJ terlebih dulu akan dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari di Rutan KPK Kavling C1 dan selanjutnya ditahan Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur," kata Ali.
Perkembangan terkini kasus tersebut, Kejaksaan telah melimpahkan berkas perkara Jaksa Pinangki ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (17/9). Yang bersangkutan bakal menjalani dua dakwaan, kasus dugaan korupsi pengurusan fatwa MA dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Tim JPU (Jaksa Penuntut Umum) dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat melimpahkan berkas perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang atas nama terdakwa Pinangki Sirna Malasari," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono dalam keterangan tertulis.
Hari menerangkan, kasus yang menjerat Pinangki bermula saat yang bersangkutan bersama Anita Dewi Kolopaking dan eks politikus Partai NasDem, Andi Irfan Jaya, menemui buronan terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra, di The Exchange 106, Kuala Lumpur, Malaysia, pada November 2019.
Kala itu, Djoko meminta Pinangki bersama Anita membantu pengurusan fatwa ke MA via Kejagung agar Putusan PK Nomor:12 PK/ Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009 tidak dapat dieksekusi. Sehingga, Djoko dapat kembali ke Indonesia tanpa menjalani hukuman.
Pinangki, Andi, dan Djoko pun menyepakati pemberian uang US$10 juta kepada pejabat Kejagung dan MA guna keperluan fatwa tersebut. Karenanya, Djoko memerintahkan adik iparnya, (alm) Herriyadi Angga Kusuma, memberikan uang US$500.000 kepada Pinangki via Andi di Jakarta sebagai uang muka 50% dari US$1 juta yang dijanjikan.
Andi lalu menyerahkan uang muka kepada Pinangki. Sebanyak US$50.000 di antaranya diberikan kepada Anita sebagai pembayaran awal jasa penasihat hukum.
"Sedangkan sisanya sebesar US$450.000 masih dalam penguasaan terdakwa," jelas Hari.
Sisa uang US$450.000 ditukarkan ke rupiah oleh Pinangki melalui sopirnya, Sugiarto dan Beni Sastrawan. Lalu dipakai untuk membeli BMW X-5, perawatan kecantikan di Amerika Serikat (AS) dan menyewa apartemen/hotel di New York.
Selain itu, menyewa Apartemen Essence Darmawangsa dan Apartemen Pakubowono Signature, membayar layanan dokter kunjungan ke rumah, menyicil kartu kredit, serta transaksi lain berkaitan kepentingan pribadinya.
"Atas perbuatan terdakwa Pinangki Sirna Malasari tersebut, patut diduga sebagai perbuatan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari tindak pidana korupsi," tegasnya.
Atas perbuatannya, Pinangki akan didakwa dengan tiga dakwaan alternatif. Pertama, Pasal 5 ayat (2) juncto Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) subsider Pasal 11 UU Tipikor.
Kedua, Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Terakhir, Pasal 15 juncto Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor juncto Pasal 88 KUHP subsider Pasal 15 juncto Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 88 KUHP.