RADAR NONSTOP - Tertutupnya Perumda Pasar Jaya dalam pengadaan Bansos (bantuan sosial) Covid-19 Pemprov DKI Jakarta perlahan dikuak.
Banyak kejanggalan ditemukan, mulai dari beras yang tidak layak (berkutu) hingga penyaluran yang tidak tepat sasaran.
Sontak saja masalah tersebut menjadi perhatian publik Ibu Kota. Banyak kalangan berharap agar lembaga penegak hukum, kepoliisian, kejaksaan dan KPK turun tangan mengungkap indikasi penyelewengan pengadaan dan penyaluran Bansos Covid -19 Pemprov DKI.
BERITA TERKAIT :Duit Bansos DKI Rp 802 Miliar, Jangan Sampai Yang Kaya Dapat Bantuan
Duit Bansos Jakarta Cair, Per Orang Dapat 900 Ribu
Penegak hukum perlu turun tangan agar indikasi dan kejanggalan - kejanggalan dibalik pengadaan Bansos Covid -19 DKI itu terang benderang.
Disamping itu, agar tidak ada pihak yang dicemarkan karena dituding sebagai biang kerok persoalan berbau penyelewengan pengadaan Bansos Covid -19 DKI Jakarta.
“Kami itu cuma penyedia jasa packing tok. Soal beras berkutu, tidak layak konsumsi dan penyaluran tidak tepat sasaran bukan urusan kami,” ujar politisi Partai Perindo, Syarief Hidayatullah saat dikonfirmasi terkait tuduhan salah satu LSM terhadap dirinya.
“Isi paket, beras dan lain - lain itu yang mengadalan Pasar Jaya, sedangkan data penerima Bansos itu Dinas Sosial. Kami hanya packing doang, ada barang dan pesanan untuk disalurkan ya kami packing,” jelasnya.
Karena itu, Syarief melanjutkan, jika ingin mempertanyakan kenapa ada beras berkutu dan tidak layak serta penyaluran tidak tepat sasaran. “Ya tanya dan investigasinya Pasar Jaya dan Dinas Sosial,” jelas Syarief.
Sebelumnya, Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar) Sugiyanto menyarankan Forum Aktivis Jakarta (Fajar) untuk melapor kepada aparat penegak hukum, jika punya data cukup soal dugaan penyimpangan bantuan sosial (Bansos) bagi warga Jakarta yang terdampak pandemi Covid-19.
"Data yang didapat Fajar saat melakukan investigasi tentang adanya dugaan penyimpangan Bansos, dapat menjadi pintu masuk untuk mengungkap ada apa sebenarnya di balik dugaan penyimpangan itu," katanya melalui telepon, Minggu (20/9/2020).
Diakui, isu dugaan penyimpangan Bansos Covid-19 sebenarnya bukan hal baru, karena sejak Bansos berupa paket Sembako itu digelontorkan Pemprov DKI Jakarta melalui Perumda Pasar Jaya pada April 2020, keluhan masyarakat sudah terdengar. Terutama dari mereka yang merasa seharusnya mendapatkan bantuan tersebut, tapi ternyata tidak dapat.
Yang lebih parah, menurut aktivis yang akrab disapa SGY ini, adalah yang diungkap anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Solikhah pada Juni 2020, karena kata politisi PKS itu, di Kecamatan Cengkareng, Kalideres, dan Tambora bantuan beras yang diterima tak dapat disitribusikan kepada warga karena berkutu. Solikhah sendiri mengaku menemukan 30 karung beras berkutu itu di salah satu kelurahan.
Meski demikian kata SGY, yang menarik dari apa yang diungkap Fajar adalah adanya satu nama yang diminta untuk diperiksa karena diduga terlibat dalam penyimpangan Bansos tersebut, yakni Syarief Hidayatullah.
Syarief adalah politisi Partai Perindo yang dipercaya Perumda Pasar Jaya untuk menyiapkan paket Bansos Covid-19. Ia menyiapkan paket-paket itu di salah satu gudang milik PT JIEP di Pulogadung, Jakarta Timur.
Menurut SGY, jika kepolisian atau kejaksaan turun tangan mengusut dugaan penyimpangan Bansos ini, maka akan terbongkar apakah Syarief mendapat kepercayaan dari Perumda Pasar Jaya berdasarkan mekanisme lelang, atau penunjukan langsung.
"Kalau penunjukkan langsung, patut diduga kepercayaan yang diberikan Pasar Jaya kepada Syarief melanggar PP Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, karena PP ini mengamanatkan bahwa pengadaan barang/jasaq yang boleh dengan mekanisme penunjukkan langsung adalah pengadaan dengan nilai maksimal Rp200 juta, sedang untuk Bansos, pada Mei 2020 lalu Gubernur Anies Baswedan mengatakan menyiapkan anggaran hingga Rp5,03 triliun," tegas SGY.
Selain hal tersebut, menurut aktivis berkacamata ini, pengusutan kepolisian dan kejaksaan juga akan mengungkap, jika Syarief mendapat kepercayaan Pasar Jaya berdasarkan penunjukkan langsung, maka akan diketahui siapa yang merekomendasikannya, dan apakah ada unsur KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme).
"Jika ada unsur KKN, maka siapa pun yang terlibat dapat dijerat dengan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi," tegasnya.
Hal yang juga penting yang akan diungkap kepolisian dan kejaksaan, menurut SGY, adalah jika Syarief mendapat kepercayaan melalui mekanisme lelang, apakah prosesnya clear and clean, atau juga ada unsur KKN?
Selain itu, juga akan terungkap apakah selain Syarief ada orang lain yang juga diberi kepercayaan oleh Pasar Jaya untuk menyiapkan Bansos Covid-19, karena penyiapan Bansos tersebut dilakukan di dua lokasi, yakni di gudang milik PT JIEP, dan di gudang Jakgrosir milik Pasar Jaya di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur.
"Saat ini saya juga sedang mengkaji permasalahan Bansos ini. Jika telah ditemukan bukti kuat bahwa permasalahan Bansos ini diakibatkan hal-hal yang tidak dapat dibenarkan secara hukum, maka akan saya laporkan," tegas SGY.
Aktivis yang bermukim di Jakarta Utara ini berharap Gubernur Anies Baswedan memantau secara langsung proses penyaluran Bansos Covid-19, karena munculnya nama Syarief di tengah-tengah permasalahan Bansos mengindikasikan bahwa banyak orang-orang di lingkaran Gubernur yang benar-benar harus diperhatikan dan diawasi benar kinerjanya.
"Jangan sampai program bagus yang digulirkan Anies, justru menjadi bumerang bagi dirinya akibat adanya permasalahan di lapangan yang Anies sendiri tidak tahu dan tidak terlibat di dalamnya," pungkas dia.