RADAR NONSTOP - Penyusunan RUU Omnibus Law Cipta Kerja berjalan alot. Silang pendapat antara DPR dan pemerintah terjadi seru.
Yang menarik adalah soal pengaturan pesangon dalam UU Ketenagakerjaan no 33 tahun 2013 yang rencananya akan diubah. Kabarnya, pemberian pesangon yang diatur maksimal 32 kali upah memberatkan pelaku usaha.
Jika ini benar terjadi maka kalangan buruh dipastikan akan murka. Diketahui, Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi, Kemenko Perekonomian, Elen Setiadi mengatakan selama ini pemberian pesangon yang diatur maksimal 32 kali upah memberatkan pelaku usaha. Hal ini juga membuat investor kurang nyaman untuk berinvestasi.
BERITA TERKAIT :DPRD Tangsel Tancap Gas, Kebut 12 Raperda Di 2025
PPP DKI Aja Ambruk, RIDO Bisa Kena Prank Sandiaga Uno?
"Kami gambarkan pesangon PHK, pemberian sebanyak 32 kali upah memberatkan pelaku usaha dan mengurangi minat investor untuk berinvestasi," ujar Elen dalam rapat kerja dengan Badan Legislatif Sabtu lalu, dikutip dari Facebook Badan Legislatif DPR, Senin (28/9/2020).
Elen mengungkapkan selama ini pun pembayaran pesangon sifatnya penuh ketidakpastian. Buktinya, dari data Kementerian Ketenagakerjaan, kebanyakan perusahaan tidak mematuhi aturan pembayaran pesangon sesuai UU 13 tahun 2013.
"Ini ada pembayaran eksisting yang di-record sama Kemnaker, 66% tidak patuh ketentuan UU. Lalu, 27% patuh parsial, karyawan menerima pesangon, tapi tidak sesuai haknya. Hanya ada 7% yang patuh," papar Elen.
Sebagai gantinya, Elen mengatakan pemerintah mengusulkan adanya Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Program ini diklaim dapat melindungi hak-hak karyawan yang terkena PHK, mulai dari benefit bantuan uang tunai, pelatihan, hingga informasi soal pekerjaan.
"Kami usulkan ada program baru, Jaminan Kehilangan Pekerjaan. Ini mesti dapat dilaksanakan dengan cepat. Kenapa perlu? Program ini memberikan benefit bagi mereka yang kena PHK dengan 3 manfaat. Cash benefit, semacam gaji atau upah tiap bulan, bisa berapa bulan sesuai kesepakatan di sini," papar Elen.
"Lalu vocational training, upgrading skill sesuai pasar tenaga kerja. Lalu job access placement," lanjutnya.
Sementara itu, bagi penerima program JKP, Elen mengatakan karyawan akan tetap menerima jaminan sosial lainnya. Mulai dari Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), Jaminan Kematian (JKm), dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Serikat Pekerja sepakat untuk melakukan aksi mogok nasional sebagai bentuk penolakan terhadap RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Mogok nasional rencananya dilakukan selama tiga hari berturut-turut, mulai 6 Oktober dan diakhiri pada 8 Oktober 2020 saat sidang paripurna.
"Dalam mogok nasional nanti, kami akan menghentikan proses produksi. Di mana para buruh akan keluar dari lokasi produksi dan berkumpul di lokasi yang ditentukan masing-masing serikat pekerja di tingkat perusahaan," ujar Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangan resminya, Senin (28/9/2020).
Mogok nasional disebut akan diikuti kurang lebih 5 juta buruh di ribuan perusahaan yang tersebar di 25 provinsi dan 300 kabupaten/kota. Melibatkan beberapa sektor industri.
"Seperti kimia, energi, pertambangan, tekstil, garmen, sepatu, otomotif dan komponen, elektronik dan komponen, industri besi dan baja, farmasi dan kesehatan, percetakan dan penerbitan, industri pariwisata, industri semen, telekomunikasi, pekerja transportasi, pekerja pelabuhan, logistik, perbankan, dan lain-lain," sebut Iqbal.
Mogok nasional ini dilakukan sebagai bentuk protes buruh terhadap pembahasan RUU Cipta Kerja yang dinilai lebih menguntungkan pengusaha. Misalnya dibebaskannya penggunaan buruh kontrak dan outsourcing di semua jenis pekerjaan dan tanpa batasan waktu, dihilangkannya Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK), hingga pengurangan nilai pesangon.
"Sejak awal kami meminta agar pelindungan minimal kaum buruh yang ada di Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jangan dikurangi. Tetapi faktanya omnibus law mengurangi hak-hak buruh yang ada di dalam undang-undang eksisting," ucapnya.
Sebagai pra mogok nasional, buruh Indonesia juga berencana melakukan aksi unjuk rasa setiap hari yang pelaksanaannya direncanakan akan dimulai 29 September-8 Oktober 2020. Buruh juga akan melakukan aksi nasional serentak di seluruh Indonesia yang direncanakan tanggal 1 Oktober dan 8 Oktober.