Senin,  25 November 2024

Saat Sidang Paripurna

Gerindra Persoalkan Keberadaan RPH Babi Di Cengkareng

RN/CR
Gerindra Persoalkan Keberadaan RPH Babi Di Cengkareng
Inggard Joshua -Net

RADAR NONSTOP - Fraksi Gerindra DPRD DKI konsisten mempersoalkan keberadaan Rumah Potong Hewan (RPH) Babi, di Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat. Pasalnya akibat bau limbah menyengat yang keluar dari RPH tersebut menyebabkan kenyamanan warga terganggu.

Oleh karena itu, Fraksi Gerindra mendorong Pemprov DKI untuk memperbaiki sanitasi RPH tersebut.

"Berdasarkan peninjauan langsung kami ke RPH tersebut, sanitasinya kurang baik, harus yang sesuai dengan baku standard baku air limbah yang dibuang ke pemukiman warga," ujar anggota Fraksi Gerindra Jakarta, Inggard Joshua, saat membacakan Pandangan Umum Fraksi Gerindra terhadap pidato Gubernur DKI dalam rangka penyampaian rancangan Perda tentang APBD 2021, Jumat, (27/11/2020).

BERITA TERKAIT :
Masa Tenang, Wakil Ketua DPRD DKI Wibi Minta Semua Pihak Turunkan Tensi Politik
DPRD Tangsel Tancap Gas, Kebut 12 Raperda Di 2025

Menurut Inggard, saat ini, masyarakat telah lama mengeluh dan sangat dirugikan karena bau limbah RPH yang menyengat

"Dengan keberadaan RPH Babi disana, masyarakat telah lama mengeluh dan sangat dirugikan karena bau limbah RPH yang menyengat. Fraksi Gerindra mengharapkan perbaikan sanitasi itu bisa dianggarkan dalam APBD 2021," ungkapnya. 

Dijelaskan Inggard, selain itu RPH ini baru selesai dibangun tiga tahun lalu. Namun, gedung dan mesinnya belum dapat digunakan untuk pemotongan. Sehingga, RPH Kapuk ini hanya dipakai untuk Karantina atau transit babi yang akan dipotong. 

Inggard pun menyebut, kemampuan RPH untuk pemotongan hewan setiap hari tidak lebih dari 200 ekor, sedangkan kebutuhan pasar mencapai 1.000 ekor per hari. 

"Jadi sangat tidak logis untuk Jakarta, karenanya kami juga meminta pertimbangan agar RPH direlokasi ke tempat yang jauh dari pemukiman," tegasnya.

Disisi lain, Inggard pun menyoroti soal anggaran  Belanja Tidak terduga yang dicadangkan kurang lebih Rp 5 Triliuan.  Salah satunya  untuk penanggulangan pandemi Covid-19 yang tahun lalu masih belum berjalan dengan lancar berupa pemberian bantuan paket bahan pangan atau bantuan sosial (bansos).

"Dalam pembagian bansos banyak masalah/kerancuan dalam pendistribusiannya. Untuk itu,  kami menyarankan sebaiknya dalam bentuk Bantuan Tunai Langsung (BLT) sehingga dapat dimonitor dengan baik oleh semua pemangku kepentingan dalam hal ini mencegah over lapping," katanya.

Selain itu, lanjutnya, BLT dimaksudkan untuk memberdayakan perekonomian rakyat sehingga warung-warung milik warga dapat berjalan perekonomiannya. 

"Kita patut bersyukur,  untuk soal BLT ini, ternyata Pak Gubernur mau mendengarkan apa yang diusulkan Gerindra, untuk penyaluran bantuan warga terdampak Covid-19, mengganti skema pembagian sembako dengan BLT di tahun 2021 yang pelaksanaannya akan di koodinasikan dengan pemerintahan pusat," pungkasnya.