RADAR NONSTOP - BNP2TKI gagal melindungi warga negara Indonesia yang bekerja di Arab Saudi. Kinerja Nusron Wahid tidak becus.
Begitu dikatakan oleh anggota Komisi I DPR RI, Syaifullah Tamliha mengungkapkan keprihatinannya tekait eksekusi Tuti Tursilawati TKW asal Majalengka.
“Sejak dipimpin Nusron Wahid, BNP2TKI tidak becus. Bila perlu BNP2TKI dibubarkan saja, BNP2TKI itu nggak ada gunanya," ucap Tamliha di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, kemarin.
BERITA TERKAIT :Ternyata, Sikap Arogan PT CPI Terhadap Media Bukan Pertama Kali?
Foto Mirip Nusron Wahid Bersama Penghina Rasulullah Viral
Tak mau hal itu terulang, Tamliha mendukung kalau Pemerintah Indonesia pimpinan Presiden Jokowi kembali memberlakukan moratorium pengiriman TKI ke Arab Saudi. “Saya setuju perlu dilakukan moratorium kembali,” kata Tamliha.
Tamliha menjelaskan, selama hukum Arab Saudi masih menggunakan hukum Islam yang tertuang dalam Al-Quran dan Hadis maka Negara -negara lain hanya bisa melakukan negosiasi.
“Kita tidak bisa teriak-teriak minta notifikasi. Disana menurut hukum fikih nyawa dibayar nyawa kecuali mendapatkan ampunan dari keluarga korban. Untuk kasus Tuti, padahal dia mau diperkosa makanya dia memukul orang tersebut lalu mati,” ujarnya.
Selain itu, harapan di berlakukannya Moratorium lantaran dirinya melihat banyak persoalan yang merugikan para TKI seperti tidak dibayarkan gaji selama berbulan-bulan.
Padahal TKI perbulan hanya mendapatkan 1000-1500 real atau setara 3 juta rupiah. “Makanya kita minta ke pak Jokowi nggak usahlah kirim-kirim TKI ke Arab Saudi lagi. Sepanjang SDM kita kurang baik terlebih lagi tidak mempuyai bahasa Arab sebaiknya moratorium tetap dilanjutkan,” tandas Tamliha.
Sedangkan, anggota DPR RI Fraksi PDIP Abidin Fikri meminta pemerintah untuk memeperketat kerjasama dengan Arab Saudi. Hal ini sebagai sikap tegas pemerintah Indonesia agar kedepan tidak ada lagi pengabaian prinsip Hak Asasi Manusia (HAM).
“Kerajaan Arab Saudi jelas mengabaikan prinsip Hak Asasi Manusia yaitu hak setiap orang untuk hidup serta mempertahankan hidup dan kehidupannya. Maka perlu perketat kerjasama agar tidak ada lagi pengabaikan prinsip HAM," tegas Fikri.
Menurut Fikri, penegak hukum Arab Saudi masih tetap tidak terbuka dalam bekerja sama menyelesaikan kasus hukum para pekerja migran asal Indonesia. Alasannya, DPR RI maupun pemerintah tidak mendapat notifikasi sebelum eksekusi dilakukan.
“Kenapa pemerintah Kerajaan Arab Saudi tidak menyampaikan pemberitahuan eksekusi (mandatory consular notification) kepada perwakilan negara Republik Indonesia," sesal anggota Komisi IX DPR itu. “Hal ini mengabaikan prinsip-prinsip tata krama hukum internasional," tandas Fikri.
Soal moratorium itu ternyata juga diamini oleh Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet). Politisi Partai Golkar ini mendukung Kementerian Luar Negeri untuk memprotes pemerintah Arab Saudi yang telah mengeksekusi mati Tuti Tursilawati.
Dia meminta pemerintah untuk meninjau ulang rencana pemberangkatan TKI ke Arab Saudi. "Mendukung upaya Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dalam hal memprotes eksekusi yang dilakukan oleh Kerajaan Arab Saudi tanpa ada pemberitahuan, serta meminta Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) untuk meninjau ulang rencana pemberangkatan TKI ke Arab Saudi," kata Bamsoet.
Mantan Ketua Komisi III DPR ini juga meminta Migrant Care Indonesia, dan Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) untuk memberikan perlindungan dan pendampingan hukum bagi TKI yang bermasalah. Serta meningkatkan pengawasan pada TKI. "Selalu memberikan perlindungan dan pendampingan hukum bagi TKI yang bermasalah dengan hukum setempat secara maksimal," ungkap Bamsoet.
Bamsoet menjelaskan, pemerintah Indonesia harus memberikan upaya negosiasi maksimal terkait hukuman mati TKI Indonesia di Arab Saudi.
Hal itu, dilakukan agar tak ada lagi TKI yang dihukum mati. "Maksimal agar TKI yang terancam hukuman mati di Arab Saudi mendapat keringanan hukuman atau dapat dibebaskan dari hukuman mati," tandas Bamsoet.