Jumat,  22 November 2024

OPINI

Kisah Angker Tanjakan Cae Sumedang Yang Sering Makan Korban 

NS/RN/NET
Kisah Angker Tanjakan Cae Sumedang Yang Sering Makan Korban 
Tanjakan Cae, Sumedang, Jawa Barat.

RN - Tanjakan Cae di Kecamatan Wado, Sumedang, Jawa Barat dikenal angker. Rabu (10/3/2021), tanjakan ini kembali memakan korban. 

Rombongan bus para peziarah dan tur siswa SMP IT Al Muawwanah, Cisalak, Subang masuk ke jurang sedalam lebih dari 20 meter. 

Korban meninggal diperkirakan mencapai 26 orang. Diketahui, para peziarah tersebut dalam perjalanan pulang dari Pamijahan, Tasikmalaya. Jika  dilalui dari arah Tasikmalaya menuju Wado, maka jalannya menurun. 

BERITA TERKAIT :
Jual Rumah Gampang-Gampang Susah, Begini Tips Agar Cepat Laku
Jabar Rawan Stunting, Balita Pendek Masih Marak

Bupati Sumedang Dony Ahmad Munir mengakui bahwa lokasi kecelakaan bus masuk jurang yakni di Tanjakan Cae, Kecamatan Wado,  memang rawan kecelakaan. 

"Iya memang di sana sering terjadi kecelakaan, di sana memang harus hati-hati. Jalan ini jalan provinsi tapi kami tetap sediakan lampu PJU-nya, marka jalan, dan sebagainya. Ini jadi perhatian kami secepatnya," katanya.

Tercatat, Pada tahun 1980 silam di tempat yang sama pernah terjadi kecelakaan yang melibatkan group kesenian calung dan menelan korban jiwa.

Lalu pada tahun 2012 kecelakaan yang sama  terjadi ketika bus Maju Jaya jurusan Tasikmalaya - Cikampek terperosok hingga menyebabkan  12 orang meninggal dunia dan 26 orang luka-luka.

Menurut saksi mata, bus menggelinding jatuh ke jurang dalam kondisi mesin mati. Sopir bus Sofian alias Asep kemudian ditetapkan sebagai tersangka.

Makam Tanpa Nisan

Dikutip dari berbagai sumber tanjakan Cae dibangun tahun 1809 atau pada masa penjajah Belanda. Jalan Cadas Pangeran sepanjang tiga kilo meter dipandang berbahaya lantaran memiliki tikungan berkelok tajam, juga sejumlah tanjakan dan turunan curam. 

Salah satu sisinya berhadapan dengan jurang menganga yang di bawahnya terhampar hutan lumayan lebat. Sementara di sisi lainnya berdiri tinggi tebing cadas yang ditumbuhi pepohonan rapat. 

Belum lagi ketika malam tiba, jalan tersebut terbilang sepi, karena tidak ada permukiman warga di sisi jalannya. Tercatat, banyak kecelakaan terjadi di ruas jalan ini. Alhasil, para pengendara mesti ekstra hati-hati kala melewatinya.

Ihwal keangkeran Jalan Cadas Pangeran barangkali bisa dilacak sejak awal pembangunannya yang sulit dan menelan banyak korban jiwa. Saat itu, ada lima ribuan pekerja kehilangan nyawa akibat bekerja rodi mengikis perbukitan berlereng curam nan terjal serta memangkas material batu cadas nan keras hanya dengan peralatan dan kemampuan serba terbatas, perbekalan tidak sepadan, terjatuh dari atas tebing, dijangkiti penyakit, hingga dimangsa binatang buas di tengah hutan belantara.

Di area sekitar Cadas Pangeran terdapat beberapa makam dengan batu nisan tanpa nama. Makam-makam tersebut diyakini warga setempat merupakan tempat peristirahatan terakhir para pekerja paksa atau rodi pada masa Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels memerintahkan pembangunan jalan raya pos Anyer-Panarukan tahun 1808. Sebagian kecil di antara ruas jalannya melewati kawasan Cadas Pangeran.

Bukan hanya makam para pekerja paksa, masih di sekitar kawasan Cadas Pangeran terdapat batu yang juga diyakini masyarakat setempat sebagai petilasan Pangeran Kornel atau Pangeran Kusumadinata IX, Bupati Sumedang yang menentang kesewenang-wenangan Daendels terhadap masyarakat Sumedang yang menjadi pekerja paksa pada pembuatan Jalan Cadas Pangeran.

Sejarah kelam pembuatannya pada zaman penjajahan Belanda memperkuat julukan seram pada Jalan Cadas Pangeran. Kendati sekarang telah berkurang, banyak mitos dan cerita mistis yang dituturkan dari mulut ke mulut penduduk sekitar Jalan Cadas Pangeran.