RN - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane mempertanyakan KPK yang begitu lamban memanggil dan memeriksa Herman Heri dan Achsanul Qasasi terkait dugaan korupsi bansos. Sementara dalam kasus impor benur, KPK begitu cepat memanggil Jenderal Polisi, yakni Komjen (Purn) Antam Novambar sebagai saksi.
"IPW berharap, para penyidik Polri di KPK jangan takut untuk memanggil dan memeriksa Herman Heri dan Aqsanul. Lambannya pemeriksaan terhadap keduanya seolah menunjukkan KPK takut. Seolah Herman Heri dan Achsanul di-backup oleh orang-orang kuat di negeri ini," tegas Neta dalam keterangan rilisnya, Kamis (18/3/2021).
IPW berharap kasus korupsi dana Bansos Covid-19 di Kementerian Sosial yang melibatkan mantan Mensos Juliari P Batubara dan pejabat lainnya harus dijadikan langkah awal bagi KPK untuk menjerat siapapun. Termasuk anggota DPR Herman Heri, Ihsan Yunus dari PDIP, maupun Achsanul Qosasi dari BPK, jika mereka memang terlibat.
BERITA TERKAIT :Setyo Budiyanto Jadi Ketua KPK, Bakal Geber OTT Ke Koruptor
Duit Bansos DKI Rp 802 Miliar, Jangan Sampai Yang Kaya Dapat Bantuan
Pasalnya, keduanya telah disebut dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan diperjelas dalam persidangan di pengadilan tipikor Jakarta. Untuk itu KPK harus tegas melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk menuntaskan kasus bantuan sembako tahun 2020 yang diperuntukkan bagi jutaan korban Covid 19 tersebut.
"Keterlibatan Herman Heri misalnya, terkuak melalui Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Sosial, Adi Wahyono mengenai pembagian jatah kuota 1,9 juta paket sembako Covid-19 dalam sidang dengan terdakwa Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja di Jakarta, Senin (8/3/2021). Bahkan Jaksa mempertegas BAP nomor 53 milik Adi Wahyono yang menyebut 1 juta paket diberikan untuk grup Herman Hery, Ivo Wongkaren, Stefano dan kawan-kawan. Kemudian, 400 ribu paket kepada Ihsan Yunus, Irman Ikram, Yogas dkk. Sedangkan, 300 ribu oleh Matheus Joko dikelola untuk kepentingan bina lingkungan dan 200 ribu untuk teman kerabat kolega Juliari Peter Batubara," katanya.
Sementara, sambung Neta, keterlibatan Achsanul Qosasi, Anggota BPK diperjelas oleh Jaksa penuntut umum dalam kesaksian Matheus Joko Santoso, Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako Covid-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kemensos yang membacakan rincian penggunaan Rp14,7 miliar uang yang berasal dari fee perusahaan penyedia bantuan sosial (bansos) sembako Covid-19.
Saksi Matheus Joko Santoso menerangkan dalam persidangan yang sama dengan terdakwa pihak swasta Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja di pengadilan tipikor Jakarta, Senin (8/3/2021). JPU membacakan BAP nomor 78 milik Matheus Joko Santoso tentang penggunaan uang tersebut adalah untuk operasional BPK 1 miliar yang diberikan melalui Adi (Adi Wahyono). Di BAP menurut JPU menyebut nama Achsanul Qosasi.
"Dengan adanya petunjuk dalam persidangan dan BAP itu, penegakan hukum harus dituntaskan KPK. Lembaga anti rasuah itu harus segera memeriksa Herman Heri dan Achsanul. Para polisi penyidik di KPK jangan takut pada Herman Heri dan Achsanul. KPK harus senantiasa menjadi harapan bagi upaya penuntasan kasus korupsi di Indonesia," imbuhnya.
Jika KPK tak kunjung memanggil dan memeriksa Herman Heri dan Achsanul, lanjut Neta, publik akan mempertanyakan, kenapa kepada Juliari P Batubara yang Mensos dan juga bendahara PDIP, KPK berani menangkapnya.
"Kenapa KPK berani memanggil Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Antam Novambar, meski Komjen (Purn) itu tidak memenuhi panggilan penyidik KPK. Apakah backing Herman Heri dan Achsanul lebih kuat dibandingkan backing Antam, yang nota bene pernah mencalonkan diri sebagai pimpinan KPK. Untuk itu IPW berharap para polisi yang menjadi penyidik di KPK bersikap profesional, tidak tebang pilih, dan tidak takut pada Herman Heri. Sebab sikap profesional KPK pasti akan didukung masyarakat," pungkasnya.