Jumat,  22 November 2024

Airlangga Harus Turun Tangan Atas Polemik Kepengurusan Golkar Bekasi

DIS/RN
Airlangga Harus Turun Tangan Atas Polemik Kepengurusan Golkar Bekasi

RN - Tak pernah lepas dari kekuasaan politik formal. Itulah keberadaan Golkar di tengah Kota Bekasi. Meski PDIP pernah menjabat Wali Kota, tapi Golkar tetap berada di posisi pemerintahan, sekalipun saat itu sebagai wakil Wali Kota, selanjutnya bertahan sebagai Wali Kota.

Di sisi lain, di lembaga parlemen (DPRD Kota Bekasi), pun kursi Golkar tetap unggul, setidaknya dalam dua besar, di samping Partai Banteng merah itu.

Pengamat kebijakan politik strategis, Agus Wahid menilai politik Golkar di tengah Kota Bekasi relatif menggambarkan kinerja partai berlambang Pohon Beringin itu terketagori solid dan bertahan dalam beberapa periode.

BERITA TERKAIT :
Sri Mulyani Langsung Ke Prabowo, Airlangga Jadi Menko Perekonomian Banci?
Ogah Hadir HUT Golkar, Darah Uu Gak 100 Persen Beringin Dan Gak Serius Maju Jadi Wali Kota Bekasi

“Yang perlu kita catat, kinerjanya tidak hanya sebatas wilayah Kota Bekasi dalam kaitan pimpinan pemerintahan daerah dan parlemen tingkat Kotamadya, tapi suara Golkar tak pernah mengabsenkan kadernya di tengah parlemen wilayah (Jawa Barat) dan Pusat (DPR RI),” kata Agus kepada warrawan, Selasa (13/4/2021)

Dia juga menilai, reputasi yang dipersembahkan Golkar Kota Bekasi menunjukkan kinerja lokal, regional dan nasional. Inilah data faktual Golkar Kota Bekasi. Reputasi ini jika dibuka data di lapangan karena peran strategis tokoh Golkar seperti Rahmat Efendi dan sesepuh Partai Golkar seperti Abdul Manan.

Kedua tokoh ini kata dia, tak bisa dipungkiri merupakan icon Golkar di tengah Kota Bekasi saat ini. Karena itu tidaklah berlebihan jika peran kedua icon ini harus dipelihara oleh DPP, bukan dikerdilkan kiprah politiknya, apalagi dikerangkeng lajunya.

Sebuah renungan, apakah reputasi itu akan bertahan, atau justru akan terjadi proses decline (merosot)? Jawabannya sindikatif. Reputasi itu sangat tergantung kinerja kepemimpinan daerah, juga kebijakan DPD Tingakt I Jawa Barat dan Dewan Pimpinan Pusat (DPP).

“Jika DPP keliru memandang data faktual reputasi Golkar Kota Bekasi itu, maka sangat mungkin terjadi pergeseran tajam. Bukan tak mungkin, akan terjatuh pada titik nadlir,” kata direktur eksekutif AW Center ini.

Meski berpotensi masih ada kursi di DPRD Kota Bekasi katakanlah dua kursi, capaian ini jelaslah menunjukkan capaian jauh di bawah ekpektasi. Semakin jatuh lagi pamor Golkar jika dalam kontestasi pilkada mendatang ternyata Golkar “keok” dari kandidat partai lain. Publik pasti menilai, Golkar Kota Bekasi hancur.

Mungkinkah itu terjadi? Jawabnya, mengapa tidak. Jawaban ini tak lepas dari kebertahanan konflik internal Partai Pohon Beringin itu. Di satu sisi, konfliktualitas itu berangkat dari problem rivalitas untuk menggapai kepempinan DPD Golkar. Konflik ini “digoreng” sedemikian vulgar, tanpa mengindahkan fatsoen politik.

Bahkan, tanpa memandang lebih jauh kepentingan Golkar ke depan. Baginya, upaya memperkeruh kondisi internal Golkar semata-mata merupakan sahwat politik personal, yang arah ke depannya dapat dibaca dengan jelas, mimpi menuju Wali Kota, minimal Wakil Wali Kota.

“Siapapun berhak menyalurkan sahwat politiknya. Sah-sah juga bermimpi menuju kursi 1 atau 2 di Kota Bekasi ini. Namun demikian, alangkah proporsional dan rasionalnya jika artikulasi sahwat politiknya dibarengi dengan kompetensi (kemampuan pikir dan capaian kiprah politik formalnya), bahkan kekuatan finansialnya, basis sosial yang dimiliki dan masih banyak lagi. Inilah data personal yang harusnya mengaca diri. Dari data personal itu pula, DPP pun harusnya menelaah dengan jernih,” beber Agus.

Agus berpendapat, hal krusial bagi DPP Golkar adalah sebuah cara pandang jauh, apa dan bagaimana positioning politik Golkar di tengah Kota Bekasi jika membiarkan kandidat yang jauh dari standar kapabilitas itu.

“Secara proyektif dapat diprediksi secara dini jika tetap membiarkan kandidat yang under capacity, tidak repiutable, apalagi ada problem karakter eksploitatif, maka cahaya Golkar di tengah Kota Bekasi bekal redup,” ungkap Agus.

“Sebuah renungan, apakah para elitis DPP akan membiarkan panorama keredupan Golkar di tengah Kota Bekasi itu? Sungguh naif dan sangat layak dipertanyakan keintegritasannya terhadap partai jika ia larut dalam proses keredupan itu. Mungkinkah? Sangat mungkin,” imbuh Agus.

Hal itu dapat dibaca dengan telanjang ketika di antara elitis DPP Golkar berusaha memaksakan kehendaknya dalam bentuk terus menjegal kader terbaiknya untuk Golkar Kota Bekasi. Dalam masa bersamaan, di antara elitis itu memaksakan kader kroninya yang menurut banyak data yang dikategorikan bermasalah, minimal di bawah standar reputasi.

“Itulah dinamika yang harus dibaca dengan jernih oleh anasir elitis DPP. Jika tetap menutup mata atau tak jeli membaca peta politik internal Golkar Kota Bekasi, maka kejayaan Golkar itu akan tinggal kenangan,” tandasnya.

Sebelum potret buram itu terjadi, Agus berpandangan agar DPP seyogyanya membaca dengan cerdas. Yang harus menjadi pertimbangan utama adalah bagaimana mempertahankan Golkar ke depan di tengah Kota Bekasi. Keliru ambil kebijakan politik, tamatlah riwayat kejayaan Golkar di wilayah paling timur ibukota ini.

Karena itu, sungguh tepat jika Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto harus “menghardik” para elitis DPP Golkar yang selama ini memperkeruh keadaan Golkar Kota Bekasi. Kebijakan itu bukanlah sebagai sikap tidak demokratis. Tapi, pemimpin memang perlu bersikap tegas dan jelas. Demi mempertahankan reputasi partai yang dipimpinnya,  merupakan pertanggungjawaban moral.

Kini, publik sedang menanti bagaimana kebijakan elit DPP atas dinamika internal Golkar Kota Bekasi. Para pendamba Golkar tentu berharap elit Golkar tidak keliru mengambil kebijakan strategis.

“Dengan demikian Insya Allah akan menajdi karya politik Golkar ke depan, setidaknya peta politik 2024 mendatang dalam rangka mendukung Airlangga menuju kursi Istana,” pungkas Agus.