RN - Jumhur Hidayat disambut para aktivis. Kehadiran Presidium dan inisiator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ini datang ke Kopi Politik, Pakubuwono VI, Jumat (7/5/2021) malam.
Kopi Politik adalah tempat mangkalnya para aktivis di Jakarta maupun nasional. Jumhur sempat ditahan dalam kasus ujaran kebencian lalu kini ditangguhkan.
Jumhur menceritakan bagaimana kehidupannya selama berada di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri.
BERITA TERKAIT :Pilkada Banten Dirusak Dengan Politisasi Hukum, Aktivis 98: Kita Tau Siapa Pemainnya
Visi Misi Airin Lebih Klop Ke Prabowo, Sony Asal Jeplak Dan Gak Paham Banten?
Awalnya, Jumhur mengatakan bahwa dirinya merasa kurungannya yang 'hanya' tujuh bulan terasa seperti liburan. Pasalnya, sekitar 30 tahun yang lalu, Jumhur pernah merasakan dipenjara selama tiga tahun saat masih menjadi mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB).
"Saya jujur ya. Saya kan pernah divonis tiga tahun tuh, 32 tahun yang lalu. 30 tahun lebih lah, waktu kuliah di ITB dulu kan. Itu kan 3 tahun. Jadi pas keluar baru berasa itu. Kalau kemarin (tujuh bulan), jujur aja kayak liburan aja gitu. Kalau ditanya kebatinan jadi nggak kaget gitu. Kalau dulu emang agak lama," ujar Jumhur.
Jumhur menyinggung pasal yang dianggap karet dalam UU ITE. Jumhur mengklaim ingin berjuang untuk menghapus pasal yang sering digunakan penguasa saat menjerat para pengkritik rezim.
"Saya rasa sih harus (penghapusan pasal karet UU ITE). Mungkin dengan teman-teman. Karena sekarang, apalagi musim Twitter. Twitter ngomong dikit salah, lu pasti bilang nggak lengkap. Udah pasti lah Twitter nggak bisa lengkap. 140 character lu mau nerangin sesuatu, pakai Twitter, pasti nggak lengkap," tutur Jumhur.
"Jadi siapapun penguasa bisa menggunakan pasal itu. Nah supaya ke depan tidak digunakan, harus di judicial review, dihilangkan pasal-pasal seperti itu," sambungnya.
Jumhur sendiri direncanakan bakal menjalani vonis pada Juli 2021 mendatang. Dia mengungkapkan akan menghadapi vonis itu secara apa adanya.
"Ya saya jelaskan apa adanya aja. Bahwa saya kritis, iya. Bahwa saya lihat UU Omnibuslaw beberapa hal ada yang bagus, ada pasti dong. Ya pasti (tetap sorot UU Omnibuslaw yang negatif). Ada beberapa yang saya sangat kritis terhadap itu," beber Jumhur.
Sementara itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah mengeluarkan SE tentang penanganan UU ITE beberapa bulan lalu. Di dalamnya berisi penyelesaian kasus UU ITE, salah satunya secara restorative justice.
Jumhur menilai SE Kapolri itu bagus. Hanya saja, lanjut Jumhur, SE telat dikeluarkan karena dia sudah terlanjur masuk rutan.
"Sebenarnya itu (SE Kapolri) bagus. Tapi telat, gua udah masuk penjara duluan hahahahahahaha. Gua udah masuk, itu baru keluar. Bagus tapi, jadi lebih selektif. Siapa yang pelapor harus jelas, siapa yang diberikan harus jelas. Ya mudah-mudahan kita lihat aja ada perbaikan. Kayaknya sih Kapolri sekarang lagi berusaha memperbaiki beberapa kekurangan sebelumnya," katanya sambil tertawa.
Untuk langkah politik, Jumhur masih enggan buka suara. Dia menyebut langkah politiknya masih dirahasiakan.
"Nah itu masih rahasia. Mau lewat jalur partai mana itu masih rahasia, tunggu waktunya," tutup Jumhur.
Sebelumnya, Hakim PN Jaksel mengabulkan permohonan penangguhan penahanan terdakwa kasus ujaran kebencian Jumhur Hidayat. Jumhur kini telah resmi keluar dari tahanan.
"Iya betul, per kemarin keluar dari tahanan Bareskrim. Hakim mengeluarkan penetapan penangguhan penahanan," kata pengacara Jumhur, Oky Wiratama dari LBH Jakarta, Jumat (7/5).
Ia mengungkap Jumhur telah bebas pada kemarin Kamis (5/5) pada pukul 17.00 WIB. Jaksa langsung melakukan eksekusi terhadap penetapan hakim.