Jumat,  22 November 2024

Boro-Boro Dapat THR, ART Ngaku Malah Disiksa Hingga Disuruh Makan 'Tai Kucing'

NS/RN/NET/DTC
Boro-Boro Dapat THR, ART Ngaku Malah Disiksa Hingga Disuruh Makan 'Tai Kucing'
EAS, di kursi roda.

RN - EAS (45) menjadi korban penganiayaan majikan. Pembantu rumah tangga alias ART ini disiksa hingga disuruh makan kotoran (tai) kucing.

Tak sampai di situ, EAS juga dimasukkan ke Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Keputih. Majikannya membuat laporan bahwa EAS mengalami gangguan jiwa.

Diketahui, EAS sudah bekerja sebagai ART di Surabaya, Jawa Timur selama 13 bulan. Sang majikan berjanji akan membayarnya Rp 1,5 juta per bulan. 

BERITA TERKAIT :
Artis Tajir, Bisnis Prilly Latuconsina Dari Klub Bola Hingga Toko Roti 
Duit Bansos DKI Rp 802 Miliar, Jangan Sampai Yang Kaya Dapat Bantuan

Tapi, selama kerja dia hanya dibayar 1 bulan. Bahkan di punggungnya pun banyak terdapat bekas luka. EAS mengakui, kalau majikannya adalah seorang janda.

ART yang ber-KTP Surabaya ini mengaku sering menerima aksi kekerasan dari majikannya. Ia pernah disuruh memakan kotoran kucing. Kini ia berharap anaknya yang berusia 10 tahun dan masih di rumah majikannya bisa keluar.

"Majikan saya bilang, itu ada tahi kucing kok ga dibuang. Terus saya bilang iya nanti saya buang. Terus dia bilang lagi, ga usah nanti buat makan kamu. Saya pikir itu bercanda ternyata beneran. Saya dikasih makan sama tahi kucing," ceritanya seperti dikutip detik.com.

Cerita memilukan itu didengar oleh Wakil Komisi B DPRD Surabaya, Anas Karno. Ia mendatangi Liponsos dua kali untuk memastikan. Anas merasa ART ini tidak dalam keadaan gangguan jiwa. Sebab, sudah dua kali cerita dan kondisinya masih normal.

"Keluhannya banyak, dari punggungnya masih sakit, pahanya bekas setrika melepuh, punggung lecet karena dipukul. Disuruh makan kotoran, itu kata ART, ini sungguhan. Informasinya, hasilnya bukan depresi, normal. Sehingga ditaruh di Liponsos. Majikan yang naruh ke Liponsos," kata Anas.

EAS juga hanya menerima satu kali gaji selama 13 bulan bekerja. Bahkan, nominal gaji pun tidak sesuai dengan apa yang disepakati.

"Menurut dari ART tadi digaji sekali saja selama 13 bulan. Awal saja. Dijanjikan Rp 1,5 juta tapi dikasih Rp 1 juta," ujarnya.

Anas pun siap mendampingi dan mengawal kasus ini. Bahkan, kata Anas, pihak kepolisian akan mendatangi dan mengajak EAS ke RS untuk dilakukan visum. Ia berharap ada langkah hukum untuk selanjutnya. Kini kondisi ART ini tidak kuat berjalan karena bekas setrika di pahanya. Sehingga ia dibantu dengan kursi roda.

Hingga berita ini diturunkan majikan EAS yang disebut-sebut sebagai pengacara belum memberikan klarifikasi.