RADAR NONSTOP - Lemahnya pengawasan membuat industri rokok makin berani kampanye. Bahkan, industri rokok secara masif telah melakukan kampanye lewat iklan.
Pada 2014 BPOM mengawasi 51.630 iklan rokok di berbagai media. Angka itu meningkat pada 2015 menjadi 69.244 dan tahun 2016 naik lagi menjadi 85.815 iklan rokok.
Akibat iklan itu berdasarkan Riset Kesehatan Dasar pada 2018 menunjukan prevalensi perokok anak naik dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen pada 2018. Sementara itu Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) menargetkan pada tahun 2019 prevalensi perokok anak harus turun sampai dengan 5,4 persen.
BERITA TERKAIT :Gelar Doktor Bahlil Ditangguhkan, Usai UI Rapat Koordinasi
Disertasi Doktoral UI Milik Menteri ESDM Diprotes, Heboh Bahlil Gak Ada Kelarnya?
Universitas Indonesia yang prihatin atas fenomena industri rokok menilai ada indikasi menjadikan anak dan kaum muda sebagai target pemasaran produknya. Indikasi ini terungkap dalam acara dialog “Membongkar Strategi Industri Rokok Membidik Anak dan Kaum Muda, Senin 12 November 2018 di Auditorium Gedung Komunikasi, FISIP UI, Depok.
Ketua Departemen Ilmu Komunikasi UI, Nina Mutmainnah Armando, mengatakan industri rokok semakin gencar mempromosikan produknya secara besar-besaran menggunakan beragam media, baik media lama maupun media baru secara bersamaan.
Pesan yang dibawanya sangat memikat. Tujuannya jelas untuk menjangkau lebih banyak para calon perokok pemula, yaitu anak-anak dan kaum muda.
“Berlimpahnya iklan rokok di beragam media dapat dilihat dari data pengawasan BPOM terhadap iklan rokok yang setiap tahun terus meningkat,” ungkapnya di Kampus UI Depok, Jawa Barat.
Peraturan Pemerintah Nonor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat adiktif berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan tidak mampu mengendalikan dan melindungi generasi muda dari target industri rokok.
“Tak heran bila prevalensi perokok anak di Indonesia terus meningkat,” papar dia.