RN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum bisa menangkap buron Harun Masiku. Kader PDIP yang terjerat kasus suap tersebut sudah menghilang satu setengah tahun lebih.
KPK mengaku National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia telah menerbitkan red notice atas nama tersangka Harun Masiku.
"Informasi terbaru yang kami terima bahwa pihak Interpol benar sudah menerbitkan red notice atas nama DPO (Daftar Pencarian Orang) Harun Masiku," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (30/7).
BERITA TERKAIT :Setyo Budiyanto Jadi Ketua KPK, Bakal Geber OTT Ke Koruptor
Rakyat Menderita Saat Corona, Koruptor Malah Beli Pabrik Air Minum Di Bogor
KPK mengimbau seluruh masyarakat yang mengetahui keberadaan Harun, baik di dalam maupun di luar negeri, agar segera menyampaikan informasi kepada KPK, Polri, Kemenkumham, maupun, NCB Interpol. "KPK berharap bisa segera menangkap DPO Harun Masiku," kata Ali.
Mantan caleg DPR PDIP itu merupakan tersangka kasus dugaan suap terkait penetapan anggota DPR terpilih tahun 2019-2024 yang sudah berstatus DPO sejak Januari 2020. Ali mengatakan, KPK terus bekerja dan serius berupaya mencari dan menangkap tersangka Harun.
Dia sebelumnya telah ditetapkan sebagai DPO KPK dalam perkara korupsi pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR. "Upaya pelacakan juga terus dilakukan KPK dengan menggandeng kerja sama dengan Bareskrim Polri, Dirjen Imigrasi Kemenkumham, dan NCB Interpol," ucap Ali.
Kasus yang menjerat Harun terkait dengan mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan, yang sudah berstatus terpidana. KPK telah mengeksekusi Wahyu ke Lapas Kelas I Kedungpane Semarang untuk menjalani pidana penjara selama 7 tahun.
Sebelumnya, amar putusan kasasi terhadap Wahyu adalah menjatuhkan pidana penjara selama 7 tahun dan pidana denda sebesar Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah pencabutan hak politik dalam menduduki jabatan publik selama 5 tahun terhitung setelah selesai menjalani pidana pokok.
Sedangkan kader PDI Perjuangan Agustiani Tio Fridelina yang ikut menerima suap Rp 600 juta dari Harun bersama-sama dengan Wahyu divonis 4 tahun penjara. Dalam perkara tersebut, Wahyu dan Agustiani terbukti menerima uang sebesar 19 ribu dolar Singapura dan 38.350 dolar Singapura atau seluruhnya Rp 600 juta dari Harun.
Tujuan penerimaan uang tersebut agar Wahyu dapat mengupayakan KPU menyetujui permohonan PAWanggota DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Sumatra Selatan 1, yakni Riezky Aprilia kepada Harun.