Rabu,  24 April 2024

Dugaan Monopoli Proyek SJUT, Jakpro Dilaporkan ke KPPU

SN/HW
Dugaan Monopoli Proyek SJUT, Jakpro Dilaporkan ke KPPU

RN - Ketua Lembaga Kajian Kebijakan Publik (LK2P) Firman Mulyadi mengatakan, pihaknya telah melaporkan PT Jakarta Propertindo atau Jakpro ke Komisi Pengawasan Persaingan Usaha Republik Indonesia (KPPU RI) terkait dugaan praktik monopoli.

"PT Jakpro diduga telah melakukan monopoli usaha yang bertentangan dengan UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli Usaha dan Persaingan Tidak Sehat," ujar Firman di Jakarta, Jumat (25/9/2021).

Firman menduga, telah terjadi praktik monopoli pembangunan sarana jaringan utilitas terpadu (SJUT). Di mana Dinas Bina Marga DKI Jakarta memberikan tugas kepada PT Jakarta Propertindo dan Perumda Pembangunan Sarana Jaya untuk membangun jaringan utilitas tersebut.

BERITA TERKAIT :
Dukung Jakarta Kota Global, JIP Optimalkan SJUT Dari Telekomunikasi Hingga Air
JIP Bakal Bangun 84,5 kilometer SJUT di 20 Ruas Jalan Jaktim dan Jaksel

"Kemudian PT Jakarta Properitindo memungut sewa kepada pihak perusahaan telekomunikasi," jelasnya.

Jakpro diduga terlibat penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

"Kami berharap KPPU dapat memutus dan memeriksa perkara tersebut dengan seadil adilnya," tutup Firman.

Sebelumnya, Anggota Ombudsman RI Hery Susanto juga menyoroti penetapan tarif sewa pada Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT). Dia menyebutkan, penerapan tarif untuk para pelaku usaha yang menggunakan SJUT berpotensi melanggar Perda DKI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Jaringan Utilitas.

Pasalnya, dalam Perda tersebut yang diatur adalah retribusi bukan sistem sewa. Hal itu disampaikan Hery saat menjadi pembicara dalam acara diskusi virtual bertajuk ‘Keadilan Kabel Jakarta’ yang digelar Institute Demokrasi Ekonomi dan Sosial Politik (Indeks).

“Ombudsman menilai jika Pemprov DKI memaksakan kehendak dengan mengenakan tarif sewa yang tinggi kepada penyelenggara layanan utilitas publik akan mendorong kenaikan tarif, membebani warga dan bertentangan dengan asas-asas pelayanan publik,” ujar Hery di Jakarta, Selasa (24/8).