Jumat,  22 November 2024

Dugaan Ijazah Palsu Disoal

Wacana Hukuman Mati Yang Kontradiksi Diduga Alihkan Isu, Pengamat Minta Jaksa Agung Mundur

NS/RN/HW
Wacana Hukuman Mati Yang Kontradiksi Diduga Alihkan Isu, Pengamat Minta Jaksa Agung Mundur
Ilustrasi/net

RN – Banyaknya pertanyaan dan isu berkembang dugaan identitas ganda dan ijazah palsu Jaksa Agung RI ST Burhanudin terus berkumendang. Bahkan, dalam mengalihkan isu terkait dugaan tersebut, kabarnya baru baru ini Jaksa Agung Republik Indonesia ST Burhanuddin mewacanakan hukuman mati terhadap koruptor Jiwasraya maupun Asabri

Pernyataan opsi itu disampaikan mantan Kajati Maluku Utara itu dalam briefing kepada Kajati, Wakajati, para Kajari dan Kacabjari dalam rangka kunjungan kerja di Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah, Kamis 28 Oktober 2021.

Tak pelak, wacana itu pun menuai perbincangan salah satunya dari Pengamat yang juga mantan politisi Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean.

BERITA TERKAIT :
Getol Garap Kasus Kakap Dan Kalahkan KPK, Kejagung Bakal Bidik Kasus Jumbo Lainnya 
Keamanan Laut Lemah, Pencurian Ikan Dan Penyelundupan Marak

Menurut Ferdinand mengenai isu dugaan perihal identitas Jaksa Agung yang dipertanyakan sudah lama ia mendengarnya.

"Ini kan memang isu yang sudah muncul beberapa lama ya, saya pun sudah mendengarnya beberapa kali dan banyak juga yang bertanya-tanya ke saya terkait ini (identitas ganda). Bahkan gelar-gelar akademik yang beliau peroleh saat ini menjadi pertanyaan," kata Ferdinand.

Harusnya saran Ferdinand, Jaksa Agung Burhanudin dapat menjelaskan ke publik. Guna mengklarifikasi kebenarannya. Jika tidak dapat membuktikan apa yang sudah menjadi konsumsi publik. 

Maka, Jaksa Agung sudah tidak jujur dan membohongi Presiden Joko Widodo. Secara otomatis dan legowo Burhanudin harus mundur dari jabatannya.

"Ya tentu kalau apa yang menjadi isu selama ini terbukti, saya pikir saudara Burhanudin sebagai Jaksa Agung yang harus dengan legowo mengundurkan diri atau diganti oleh Presiden itu mutlak. Karena sudah ada ketidakjujuran di sana, ya kan. Kalau sudah tidak ada kejujuran memang harusnya beliau diganti, harus mengundurkan diri. Mengundurkan diri itu lebih baik disertai permintaan maaf ke publik secara terbuka," ujarnya.

Ferdinand juga menyarankan, apabila masyarakat mempunyai data akurat dugaan identitas ganda laporkan ke pihak kepolisian.

"Karena untuk melakukan penyelidikan,  ya polisi harus memiliki dasar hukum yang jelas juga. Misalnya ada laporan kepada polisi bahwa telah terjadi pemalsuan identitas, pemalsuan data, pemalsuan gelar-gelar dan lain sebagainya,"imbuhnya.

"Jangan sampai presiden kita mengangkat seorang Jaksa Agung yang patut diduga identitas-identitasnya dan gelar-gelar akademik palsu. Ya mungkin belum saatnya dibilang palsu, namun bisa dikatakan ada kesalahan-kesalahan lah kira-kira seperti itu,"sambungnya.

Dilain sisi, pengamat kejaksaan Fajar Trio juga angkat bicara perihal wacana Jaksa Agung untuk menuntut hukuman mati bagi koruptor kasus Jiwasraya dan Asabri.

Menurut Fajar, wacana itu sangat kontradiksi, pasalnya ada anggotanya yang terlibat kasus korupsi. Dan itu pun perlu disikapi dengan tegas. Sehingga tidak ada pandang bulu dalam penegakan hukum.

"Jika kondisi penegakan hukum masih banyak transaksional, ya gak adil rasanya ada hukuman mati. Cina saja yang sudah menerapkan hukuman mati, koruptornya masih banyak berkeliaran. Artinya peghukuman mati untuk koruptor belum efektif," kata Fajar.

Fajar mencontohkan kasus korupsi yang melibatkan anggotannya, semisal kasus Pinangki, yang jelas-jelas merusak marwah kejaksaan. 

"Berani gak dia? Atau bisa saja para penyidik yang ternyata setelah dilakukan eksaminasi terbukti melakukan kesalahan atau penyalahgunaan kewenangan, harus diseret ke meja hijau. Bahkan jika dugaan informasi palsu soal ijazah dan identitas ganda yang ramai diperbincangkan publik itu benar, Jaksa Agung dihukum mati gitu, berani gak? Karena jika dugaan atas informasi identitas dan ijazah ganda terbukti benar, maka ST. Burhanudin sudah menciderai kepercayaan Presiden, rakyat dan penegakan hukum di Indonesia,"tambahnya.

Hingga ramainya isu tersebut, belum ada klarifikasi dari Jaksa Agung RI. Tanggapan Jaksa Agung akan dimuat pada berita selanjut.