RN - Kinerja Jaksa Agung ST Burhanuddin markotop. Aksi Kejaksaan Agung (Kejagung) memburu kasus jumbo berbuah manis.
Hal ini terbukti dari Hasil survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI). Saat ini Kejagung menjadi lembaga hukum yang paling tinggi tingkat kepercayaannya.
Tingkat kepercayaan terhadap Kejagung mencapai 72 persen. Angka tersebut lebih tinggi dibanding Kepolisian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun pengadilan.
BERITA TERKAIT :Tom Lembong Curhat, Jalankan Perintah Jokowi Soal Impor Gula Tapi Berakhir Bui
Tom Lembong Seret Mantan Mendag, Kejagung Sepertinya Masuk Angin?
Diketahui, Kejagung berhasil membongkar kasus jumbo seperti Jiwasraya dengan kerugian negara sekitar Rp 16 triliun, Djoko Tjandra dan korupsi menara BTS Kominfo yang diduga merugikan negara triliunan rupiah.
Dari survei secara keseluruhan ini, KPK berada di posisi ketiga dengan tingkat kepercayaan publik sebesar 68 persen. Sedangkan Kejagung berada di posisi ke-10 dengan 69 persen). Tepat di bawahnya adalah pengadilan (66 persen) dan kepolisian (61 persen).
Namun, saat LSI mengelompokkan empat lembaga penegak hukum Kejagung, KPK, Kepolisian, dan Pengadilan, justru Kejagung yang paling tinggi tingkat kepercayaannya. Kejagung berada di posisi teratas dengan tingkat kepercayaan sebesar 72 persen. Dengan angka ketidakpercayaan sebesar 22 persen.
Diikuti dengan pengadilan (kepercayaan 71 persen dan ketidakpercayaan 25 persen), KPK (kepercayaan 71 persen, dengan ketidakpercayaan 25 persen).
“Sementara kepolisian paling rendah, 64 persen cukup atau sangat percaya,” kata Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan dalam rilis daringnya, Rabu (1/3).
Kepercayaan publik terhadap keempat lembaga penegak hukum tersebut, kata Djayadi, mengalami peningkatan dibandingkan dengan survei LSI pada Januari.
”Baik kepercayaan warga terhadap kinerjanya secara umum, maupun khususnya dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi," ujar Djayadi.
Respon lebih banyak menilai penegakkan hukum sekarang ini baik atau sangat baik sebesar 35 persen. Tapi angka ini selisihnya tipis dengan responden yang menilai penegakkan hukum buruk atau sangat buruk tidak jauh.
Hampir 30 persen responden menyatakan bahwa implementasi penegakan hukum buruk. Detailnya adalah sebesar 29,6 persen menyatakan penegakan hukum di Indonesia buruk. Ini pun terbagi dalam buruk (22,6 persen) dan sangat buruk (7,0 persen).
Sedangkan, sebanyak 29,4 persen responden menyatakan kondisi penegakan hukum sedang saja, yang tak dihitung dalam persentase baik atau buruk. Adapun 6,1 persen lainnya menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab.
LSI melakukan survei pada 10 hingga 17 Februari 2023. Jumlah sampel sebanyak 1.228 responden yang dipilih melalui metode random digit dialing (RDD). Adapun margin of error sebesar kurang lebih 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.