Sabtu,  23 November 2024

Timbulkan Ketidakpastian Hukum, Segera Diajukan Judicial Review Terhadap Pasal 30C Huruf (J)  UU Kejaksaan Baru

RN/CR
Timbulkan Ketidakpastian Hukum, Segera Diajukan Judicial Review Terhadap Pasal 30C Huruf (J)  UU Kejaksaan Baru
-Net

RN - DPR  RI mengesahkan revisi UU  tentang Kejaksaan menjadi UU.

Salah satu hal yang baru adalah jaksa berhak mengajukan permohonan Judicial Review (JR). . Padahal Mahkamah Konstitusi (MK) sudah melarangnya. 

“Selain melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 30A, dan Pasal 30B Kejaksaan mengajukan Judicial Review (JR).,” ujar Anggota Komisi III DPR F-PDI Perjuangan Arteria Dahlan saat diskusi Forum Legislasi dengan tema RUU Kejaksaan, Mantapkan Peran dan Fungsi Korps Adhyaksadi di Ruangan media Center DPR RI, Selasa (7/12/2021). 

BERITA TERKAIT :
DPRD Tangsel Tancap Gas, Kebut 12 Raperda Di 2025
PPP DKI Aja Ambruk, RIDO Bisa Kena Prank Sandiaga Uno?

Selain itu Arteria juga mengatakan, dalam penjelasan dalam RUU Kejaksaan tersebut, disebutkan bahwa Judicial Review (JR).oleh Kejaksaan merupakan bentuk tugas dan tanggung jawab Kejaksaan mewakili negara dalam melindungi kepentingan keadilan bagi korban, termasuk bagi negara, dengan menempatkan kewenangan Jaksa secara proporsional pada kedudukan yang sama dan seimbang (equality of arms principle) dengan hak terpidana atau ahli warisnya untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali.

Menanggapi pengesahan RUU Kejaksaan, LQ Indonesia Lawfirm dengan tegas menyatakan. "DPR tergesa-gesa sehingga melupakan putusan MK yang sebelumnya melarang JPU mengajukan Judicial Review . Sehingga RUU Kejaksaan ini berpotensi melangagr Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 tentang Kepastian Hukum yang adil. Diperbolehkannya Judicial Review (JR) diajukan oleh Jaksa akan menimbulkan ketidakpastian hukum karena kasus yang sudah inCracht dapat dibuka kembali dan orang yang sudah menjalani hukuman dan bebas dapat ditahan kembali. Kedua, adalah Judicial Review (JR) jaksa akan menimbulkan Judicial Review (JR). lagi oleh terdakwa dan nantinya di Judicial Review kembali oleh Jaksa dan tidak ada kesudahan sehingga asas kepastian hukum akan hilang." ujar Advokat Alvin Lim, SH, MSc, CFP, CLA 

"Kami dari LQ Indonesia Lawfirm setuju dengan perluasan kewenangan Kejaksaan namun tidak boleh melawan UUD 1945 dan menyebabkan ketidakpastian hukum. Sehingga sebagai aparat Penegak Hukum, LQ akan mengajukan Judicial Review terhadap UU Kejaksaan yang baru dan saat ini sedang menyusun permohonan. LQ berkomitmen menjaga kepastian hukum dan menjadi garda terdepan ketika ada ketidakpastian hukum dan pelanggaran hukum terutama oleh aparat penegak hukum dan aparat pemerintahan untuk menjaga keadilan bagi masyarakat," ucap Advokat jebolan UC Berkeley Amerika ini, yang berlatar belakang Wakil Presiden Direktur Bank of America di San Francisco. 

Sebelumnya MK memutuskan bahwa JPU tidak diperbolehkan mengajukan Judicial Review atas putusan MK No 16/PUU-VI/2008. “Esensi landasan filosofis lembaga PK ini ditujukan untuk kepentingan terpidana atau ahli warisnya sebagai bentuk perlindungan HAM, bukan kepentingan negara atau korban. Kalau esensi ini dihapus tentu lembaga Judicial Review akan kehilangan maknanya dan tidak berarti,” ujar Hakim Konstitusi Aswanto saat membacakan pertimbangan putusan.

Lagipula, putusan MK No. 16/PUU-VI/2008 terkait pengujian UU Kekuasaan Kehakiman sudah disinggung Pasal 263 ayat (1) KUHAP dianggap jelas bahwa pengajuan Judicial Review hak terpidana atau ahli warisnya, bukan hak jaksa penuntut umum dalam perkara pidana. 

“Jika Jaksa masih tetap diberikan hak mengajukan Judicial Review padahal sudah diberi hak mengajukan upaya hukum biasa (banding dan kasasi), justru menimbulkan ketidakpastian hukum sekaligus tidak berkeadilan,” ucapnya.

#LQ   #Kejaksaan   #DPR