RN - Nilai pungutan liar (pungli) yang diraup Panitia Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Bojonggede, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Jabar), ditaksir sedikitnya Rp2,4 miliar.
Angka itu diperoleh dari biaya yang dikeluarkan sebesar Rp1,5 juta per bidang tanah dengan kuota 1.600 bidang pada 2017 dan 2019.
"Itu angka kasarnya karena uang yang diserahkan warga kepada panitia minimal Rp1,5 juta dan paling banyak mencapai Rp15 juta per bidang tanah," kata Koordinator Tim Saber Pungli Bojonggede, Dodo Lantang, dalam "Takziah Pungli" di Bojonggede, Jumat (31/12).
BERITA TERKAIT :Urus Sartifikat, Pengembang Ngaku Sudah Kena Pungli Jadinya Lama
Cara Main Mafia Tanah, Dari Orang Dalam Hingga Bohir
Tim Saber Pungli Bojonggede adalah kelompok nirlaba yang dibentuk warga setempat secara kolektif dan swadaya guna menyelesaikan masalah PTSL sejak empat bulan lalu. Sedikitnya ada 59 warga yang mengadu kepada tim saber dan 21 di antaranya sudah menerima sertifikat tanah.
Dodo menilai, praktik lancung yang terjadi justru mengarah kepada pemerasan. Alasannya, disinyalir terjadi intimidasi secara halus dengan menakut-nakuti warga agar bersedia mengeluarkan biaya yang diminta untuk berpartisipasi.
"Apakah masyarakat salah? Enggak. Mereka enggak disosialisasikan. Apalagi, masyarakat menilai harganya murah, jadi tergiur," jelasnya.
Padahal, ungkapnya, biaya yang dibebankan kepada masyarakat hanya sebesar Rp150.000 per bidang tanah. Hal tersebut tertuang dalam surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri hingga Peraturan Bupati (Perbup) Bogor Nomor 48 Tahun 2017.
"Jadi, biaya sampai Rp25 juta akal-akalan untuk mendapatkan keuntungan dari masyarakat yang enggak tahu," katanya.
Dodo menambahkan, panitia mencoba meminimalisasi barang bukti pungli dengan tidak memberikan bukti serah terima berkas dan kuitansi yang memuat nominal uang yang diserahkan warga peserta Program PTSL saat mendaftar.
"Ini, kan, artinya disistematiskan, dimasifkan, distrukturkan dari tingkat RT, RW, desa, sampai BPN (Badan Pertanahan Nasional)," ucapnya.
Baginya, penyimpangan itu tidak bisa dibenarkan. Pangkalnya, Program PTSL yang dicetuskan Presiden Joko Widodo (Jokowi) guna membantu masyarakat bawah yang selama ini kerap mengalami kesulitan dalam proses sertifikasi tanahnya.
"Mereka [masyarakat, red] disubsidi supaya punya [sertifikat tanah] karena ada mafia tanah yang sudah mengakar," terangnya.
Di sisi lain, belum semua warga peserta Program PTSL belum mendapatkan sertifikat tanah. Beberapa di antara mereka telah mendatangi ke panitia hingga BPN, tetapi justru tidak mendapatkan kejelasan.
"Bukti serah terima enggak ada, terus punya apa. Masalahnya, surat-surat yang diserahlan hilang, terus bagaiman mengurusnya? Siapa yang harus tanggung jawab. Mereka malah dimintain uang lagi. Gila!" geramnya.
Meskipun demikian, Dodo menyatakan, Tim Saber Pungli Bojonggede untuk sementara fokus menyelesaikan Program PTSL agar warga segera dapat haknya. Pada saat yang sama, memperluas wilayah advokasi ke Desa Susukan, Desa Waringin Jaya, dan Desa Cimanggis, Kecamatan Bojonggede.
"Kalau urusan PTSL sudah selesai, baru kita kejar punglinya," ujarnya. "Enggak ada cerita [uang warga tak dikembalikan karena] uangnya sudah dikasih di awal. Kalau duitnya sudah jadi rumah, jadi mobil, jadi sawah, jual. Balikin uangnya kepada masyarakat."
Langkah ini diutamakan lantaran Panitia Program PTSL Desa Bojonggede ingkar janji. Tidak merealisasikan komitmennya untuk menyerahkan sertifikat tanah hingga akhir 2021.
"Sesuai janji mereka ke kami sebelumnya, seharusnya setelat-telatnya sertifikat diserahkan akhir tahun. Namun, sampai malam ini tidak ada tanda-tandanya. Masa kasus ini harus kita viralkan dahulu supaya mereka serius menjalankan kewajibannya?" tandas Dodo.