Sabtu,  20 April 2024

Menko Airlangga Hartarto: Inflasi Indonesia Lebih Kecil dari Negara-negara Maju

ERY
Menko Airlangga Hartarto: Inflasi Indonesia Lebih Kecil dari Negara-negara Maju
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto - Ist

RN – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menegaskan, meskipun di tengah masa pandemi Covid-19, laju inflasi Indonesia pada 2021 masih terkendali dan stabil, serta berada di bawah target yang ditetapkan.

Tingkat inflasi di Indonesia relatif sangat kecil dibandingkan dengan beberapa negara lainnya seperti Amerika Serikat, negara-negara Eropa dan Singapura.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menuturkan, inflasi yang rendah dan stabil menjadi syarat pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Tahun ini, Indonesia mencatatkan realisasi inflasi sebesar 1,87 persen “year on year” atau naik 1,68 persen dari 2020.

BERITA TERKAIT :
Prabowo-Airlangga Diskusi Serius, Utak-Atik Soal Calon Menteri? 
Demokrat Dan PAN Jangan Cemburu, Prabowo Sebut Golkar Kerja Keras Di Pilpres

"Pencapaian realisasi inflasi tahun 2021 didukung oleh inflasi Volatile Food (VF) yang masih terjaga di tengah peningkatan inflasi Administered Prices (AP), dan masih terbatasnya inflasi inti,” kata Airlangga Hartarto.

Untuk Desember 2021, inflasi meningkat sesuai tren musiman dengan realisasi sebesar 0,57 persen (mtm), yang dipengaruhi oleh pergerakan seluruh komponen inflasi dan merupakan angka tertinggi sepanjang tahun 2021. Adapun komponen Volatile Food pada Desember 2021, mengalami inflasi 2,32 persen (mtm) atau 3,20 persen “year on year” dengan andil 0,38 persen.

Airlangga menjelaskan sejumlah komoditas Volatile Food yang dominan menyumbang terhadap inflasi Desember 2021 antara lain, cabai rawit, minyak goreng, telur ayam ras, daging ayam ras, dan cabai merah.

Secara tahunan, inflasi Volatile Food terjaga sesuai rentang sasaran yang disepakati dalam High Level Meeting Tim Pengendali Inflasi Pusat (HLM TPIP) pada 11 Februari 2021, yakni dalam kisaran 3 persen sampai dengan 5 persen “year on year”. Secara khusus, harga komoditas cabai rawit pada Desember 2021 meningkat sebesar 85,98 persen (mtm), dengan andil terhadap inflasi sebesar 0,11 persen.

Airlangga menerangkan, bahwa kenaikan harga cabai rawit disebabkan produksi yang tidak optimal akibat serangan hama patek di Garut Jawa Barat, banjir di Pontianak, serta berakhirnya masa panen di beberapa daerah sentra produksi cabai rawit. Sehingga pasokan jadi terbatas, berbarengan dengan peningkatan permintaan masyarakat dan pelonggaran PPKM di berbagai daerah.

Selain itu, komoditas lain yang juga berperan menyumbang inflasi nasional pada Desember 2021 adalah minyak goreng. Sepanjang 2021, minyak goreng memberi andil inflasi umum sebesar 0,31 persen, di mana sejak Juli 2020 harga minyak goreng naik 46,32 persen. Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (POHPS) menyebut, harga minyak goreng mencapai Rp 19.900/liter per 31 Desember 2021.

"Kenaikan harga CPO saat ini memang berdampak terhadap konsumen, yaitu kenaikan harga minyak goreng sebagai salah satu turunannya. Namun di sisi lain juga memberikan insentif kepada kesejahteraan petani yang terlihat dari kenaikan Nilai Tukar Petani Perkebunan Rakyat (NTPR)," tutur Airlangga.

Sementara itu, kebijakan pelonggaran PPKM juga mendorong peningkatan inflasi pada komponen Administered Prices sebesar 0,45 persen, yang terutama didorong dari tarif angkutan udara. Komoditas dalam komponen Administered Prices yang juga dominan menyumbang inflasi nasional, yakni aneka jenis rokok. Sepanjang 2021, rokok kretek filter dan rokok putih menyumbang andil terhadap inflasi nasional masing-masing sebesar 0,08 persen dan 0,04 persen.

Kenaikan harga rokok kretek filter maupun jenis lainnya, seiring kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) seperti diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.010/2020 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

Sedangkan, komponen inti mengalami inflasi sebesar 0,16 persen (mtm) atau 1,56 persen “year on year” dengan andil 0,11 persen. Sepanjang 2021, komoditas komponen inti yang dominan terhadap inflasi nasional, yakni nasi dengan lauk yang memberi andil sebesar 0,05 persen. Menurut Airlangga, kenaikan harga nasi dengan lauk biasanya didorong adanya peningkatan harga beberapa komoditas Volatile Food.

Lebih lanjut, Airlangga mengatakan, tingkat inflasi pada 2022 diperkirakan akan meningkat dibanding pencapaian tahun lalu. Permintaan domestik pun akan terus membaik, seiring geliat aktivitas ekonomi yang akan mendorong peningkatan inflasi.

Sampai saat ini, pemerintah ditegaskan terus berupaya mendorong stabilisasi harga, khususnya terhadap beberapa bahan pangan yang mengalami tren kenaikan jelang akhir tahun lalu. Salah satunya, melalui program penyediaan 11 juta liter minyak goreng kemasan sederhana seharga Rp 14.000 per liter dalam skema operasi pasar.

Pada saat bersamaan, penurunan kasus Covid-19 membuat pemerintah memberlakukan relaksasi pembatasan mobilitas yang berdampak pada kelancaran aktivitas ekonomi, termasuk di sektor manufaktur. Hasilnya, terjadi kenaikan permintaan domestik dan luar negeri, yang mendongkrak tingkat produksi, menempatkan Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Desember 2021 di posisi 53,5 atau masih berada pada level ekspansif.

Level Purchasing Managers' Index Indonesia itu tercatat masih lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN, antara lain Malaysia (52,8), Filipina (51,8), dan Myanmar (49,0).

"Pemerintah juga terus memonitor imported inflation seiring tren kenaikan harga komoditas global dan normalisasi kebijakan moneter bank sentral dunia. Di tengah berbagai tantangan yang akan dihadapi pada tahun 2022, komitmen dan sinergi bersama seluruh pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan Bank Indonesia, untuk menguatkan koordinasi kebijakan strategi pengendalian inflasi menjadi kunci untuk menjaga inflasi tetap terkendali," terang Menko Airlangga Hartarto.