Selasa,  16 April 2024

Dapat Honor & Sampingan, Ini Yang Jadi Alasan Kenapa Jabatan RT Dan RW Di DKI Jadi Rebutan

NS/RN
Dapat Honor & Sampingan, Ini Yang Jadi Alasan Kenapa Jabatan RT Dan RW Di DKI Jadi Rebutan
Ilustrasi

RN - Menjabat sebagai Ketua Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) sebenarnya hanyalah pengabdian. Karena tugas RT dan RW sebagai pelayan masyarakat. 

Tapi, kini di Jakarta jabatan RT dan RW sering kali menjadi rebutan. Sebab, selain mendapat honor, RT dan RW terkadang banyak sampingannya. 

Misalnya beberapa kawasan Jakarta yang banyak perkantoran dan adanya pasar tradisional, posisi RT dan RW terkadang sering menjadi alat lobi oknum. 

BERITA TERKAIT :
Prabowo-Airlangga Diskusi Serius, Utak-Atik Soal Calon Menteri? 
Gibran Bantah Jokowi Cawe-Cawe Urusan Kabinet, Tapi Akan Kasih Masukan Soal Nama Menteri

Diketahui, bagi Ketua RT dan Ketua RW di DKI Jakarta disebutkan mndapat uang penyelenggaraan tugas dan fungsi.  Di DKI Jakarta, ketua RT dan RW mendapat uang penyelenggaraan tugas dan fungsi sebesar Rp 2 juta per bulan (RT) dan Rp 2,5 juta per bulan (RW). Ketentuan tersebut bagi ketua RT dan RW ini diatur dalam Keputusan Gubernur Nomor 1674 Tahun 2018. 

Disebutkan, uang penyelenggaraan tugas dan fungsi RT dan RW bukan untuk mendanai pembayaran uang lelah/insentif/uang kehormatan/uang saku/gaji/honorarium atau sejenisnya Ketua RT dan Ketua RW melainkan sebagai penunjang kegiatan operasional RT dan RW di wilayah masing-masing.

Uang penyelenggaraan tugas dan fungsi RT dan RW diberikan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulannya. "Honor kecil mas, tapi banyak sampingan juga. Misalnya, kalau ada surat pengantar biasanya kalau yang baik kita dikasih lho," aku seorang mantan RT yang namanya enggan disebutkan kepada wartawan, Senin (10/1).

RT di kawasan Jakarta Utara ini menyatakan, dirinya pernah mendapatkan duit hingga jutaan rupiah saat ada yang meminta tanda tangan dan stempel buat sporadik lahan tanah. "Kalau saya biasa buat kas dan keperluan pembangunan kampung. Tapi, banyak juga RT atau RW duit itu buat dikantongi, makanya banyak orang berebut jadi ketua RT atau RW kalau daerahnya basah, apalagi kalau ada pasar," ungkapnya.

Main Curang

Larangan kalau pengontrak tidak boleh mencalonkan menjadi ketua RT dan RW ternyata hanya akal-akalan. Diduga larangan itu dimainkan oknum yang kebelet menjadi RT dan RW.

Heboh soal pengontrak dilarang berawal dari viralnya spanduk di Jakarta Barat. Nah, Pemerintah Kota Jakarta Barat (Pemkot Jakbar) bakal mengecek spanduk berisi penolakan terhadap warga yang mengontrak untuk menjadi ketua RW di Kelurahan Jelambar. Saat ini, prosesnya baru sampai tahapan pembentukan panitia lima yang mengurusi pemilihan.

"Kan kita evaluasi, kita lihat apa (tulisan spanduk) benar begitu. Kan pemilihannya belum, baru pembentukan panitia," kata Wali Kota Jakbar, Yani Purwoko, Minggu (9/1/2022).

Yani menuturkan, sampai saat ini belum diketahui siapa yang memasang spanduk berisikan penolakan itu. Bahkan, tidak ada kejelasan kepada siapa tulisan spanduk itu diperuntukkan.

"Spanduk itu siapa yang masang? Spanduk itu warga, warga mana? Kan belum bisa dibuktikan spanduk itu dari mana (atau) spanduk itu mewakili siapa," tegasnya.

Yani juga meminta agar jalannya pemilihan ketua RW di Jelambar dilakukan secara tertib serta menghindari konflik. Dia menegaskan, setiap warga yang berdomisili di wilayah tersebut memiliki hak untuk mencalonkan diri sebagai Ketua RW.

"Yang penting dia WNI, bertempat tinggal di situ, bukan berarti punya rumah. Jangan dilihat dia pintunya kontrakan dong, bertempat tinggal, berdomisili," terangnya.

"Pemilihan di RW 3 Jelambar harus sesuai ketentuan yang berlaku, jangan mengebiri hak-hak seseorang yang lain, harus ikuti aturan itu sehingga nanti hasilnya bagus, harus adil," sambungnya.

Sebelumnya diberitakan, pemilihan Ketua RW 03 Jelambar, Jakarta Barat memanas. Muncul spanduk mosi tidak percaya yang dianggap menyerang calon petahana Joko Baroto (55).

Di RW 03 Jelambar terdapat spanduk berwarna merah yang berisi dua poin tuntutan. Spanduk itu terpasang di salah satu tembok di kawasan tersebut.

Mosi tidak percaya kepada ketua RW 03 Jelambar

1. Kami menolak warga penyewa atau pengontrak yang tidak bertempat tinggal tetap, jadi calon ketua RW 03 kelurahan Jelambar
2. Pemilihan ketua RW 03 Jelambar harus terbuka, dipilih oleh warga dan tokoh masyarakat dan tidak boleh calon RW dipilih para ketua RT dan perangkatnya.

Joko mengeluhkan isi spanduk itu. Dia menyebut isi spanduk itu tidak sesuai dengan Pergub.

"Permasalahannya ya cuma itu yang di spanduk itu bahwa dia menginginkan pengontrak tidak boleh mencalonkan sebagai Ketua RW," ujar Joko.

"Sedangkan di Pergub 171 itu bunyinya bahwa warga yang ber-KTP di sini sedikitnya 3 tahun tinggal di sini diperbolehkan mencalonkan, selebihnya itu tidak ada. Saya berpatokan di situ. Cuma mereka menghendaki tetap kekeh pengontrak atau kos tidak boleh mencalonkan," sambungnya.

Joko sendiri mengaku sudah mengontrak di kawasan itu sejak tahun 1988. Dia juga mengaku sudah menjadi Ketua RT sejak 2003.