RN - Anggaran kesehatan dalam penuntasan Corona lagi dibidik. Beberapa daerah disinyalir bermasalah.
Diketahui, tiga orang ditetapkan tersangka kasus penanganan dampak ekonomi COVID-19 di Kabupaten Minahasa Utara (Minut) Sulawesi Utara (Sulut), pada tahun anggaran 2020 sebesar Rp 61 M. Para tersangka ditahan di ruang tahanan Polda Sulut.
"Penetapan tersangka berdasarkan hasil audit oleh Perwakilan BPKP Provinsi Sulut tanggal 23 Desember 2021 dengan penyimpangan yang menimbulkan kerugian keuangan negara kurang lebih Rp 61 miliar," kata Kabid Humas Polda Sulut Kombes Pol Jules Abraham Abast, Selasa (1/2/2022), di Manado.
BERITA TERKAIT :Tom Lembong Curhat, Jalankan Perintah Jokowi Soal Impor Gula Tapi Berakhir Bui
Tom Lembong Seret Mantan Mendag, Kejagung Sepertinya Masuk Angin?
Jules menjelaskan ketiga orang itu diduga korupsi dana penanganan dampak ekonomi COVID-19 pada tahun anggaran 2020.
Menurut dia, berdasarkan laporan polisi nomor: LP/A/259/V/2021/ SPKT.DITKRIMSUS/POLDA SULUT tanggal 24 Mei 2021 dan surat perintah penyidikan nomor Sp.Sidik/25/V/2021/Dit Reskrimsus Polda Sulut, tanggal 25 Mei 2021, penyidik Ditreskrimsus Polda Sulut telah melakukan proses pemeriksaan hingga menetapkan 3 tersangka, yaitu YNM, MMO dan SE.
"Saat ini YNM dan MMO sudah dilakukan penahanan di Rutan Polda Sulut. Sedangkan SE masih berada di luar kota, dan akan memenuhi panggilan," pungkasnya.
Seperti diberitakan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengungkapkan, kebijakan anggaran penanggulangan dan penanganan pandemi Covid-19 hingga saat ini masih bermasalah.
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK di 107 pemda, beber Bahrullah, terdapat beberapa pokok masalah kebijakan anggaran Covid-19.
Pertama, permasalahan rasionalisasi anggaran. Kendati pemda diwajibkan melakukan penyesuaian postur APBD guna menangani pandemi, masih ada 32 pemda yang tidak melakukan rasionalisasi pendapatan daerah berdasarkan pagu penyesuaian target pendapatan.
Selain itu, 59 pemda tidak melaksanakan rasionalisasi belanja daerah minimal 35 persen. Bahkan ada 26 pemda yang melakukan realokasi tapi bukan untuk penanganan Covid-19.
Penanganan dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19 juga masih bermasalah. Menurut Bahrullah, BPK menemukan 11 pemda tidak merencanakan kegiatan penanganan dampak ekonomi. Sementara tujuh pemda lainnya sudah merencanakan tapi belum merealisasikan perencanaan anggaran.
Masalah ketiga terkait penyaluran stimulus dan bantuan sosial. Dari 107 pemda, BPK menemukan 10 pemda tidak menyusun rencana kegiatan belanja stimulus UMKM, 10 pemda sudah menganggarkan namun tidak memiliki prosedur memadai.
Lalu sembilan pemda tidak menetapkan kriteria penerima stimulus UMKM, dan tujuh pemda tidak menyalurkan stimulus atau tidak tepat.
Bahrullah melanjutkan, penyaluran insentif tenaga kesehatan (nakes) oleh pemerintah daerah selama pandemi Covid-19 juga masih banyak permasalahan.
"Delapan pemda belum melakukan pembayaran insentif tenaga kesehatan," beber Bahrullah.
Dari 107 pemda yang diperiksa, BPK juga menemukan 13 pemda menyalurkan insentif nakes tidak sesuai dengan ketentuan, tujuh pemda masih mengenakan Pajak Penghasilan (PPh) atas penyaluran insentif nakes, dan 24 pemda mengalami kelebihan penyaluran insentif nakes.
Selain itu, kata Bahrullah, ada 23 Pemda tidak membayar insentif tepat waktu.