Jumat,  22 November 2024

Dukung Hasil Rekomendasi Soal Jakarta Pasca Ibu Kota, FPPJ: Betawi Harus Makin Tajam dan Kuat

SN
Dukung Hasil Rekomendasi Soal Jakarta Pasca Ibu Kota, FPPJ: Betawi Harus Makin Tajam dan Kuat

RN - Forum Pemuda Peduli Jakarta (FPPJ) mendukung penuh langkah para tokoh Betawi yang telah merekomendasikan sembilan poin terkait revisi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota (Pemprov DKI) Jakarta.

Ketua Umum FPPJ, Endriansah mengatakan bahwa aspirasi warga Jakarta, terutama masyarakat Betawi dalam memperjuangkan positioning Jakarta setelah tak lagi jadi Ibu Kota harus diperjuangkan semua pihak.

"Jangankan 9 poin, bila perlu tambah lagi poin nya, FPPJ pasti mendukung," ujar Rian, sapaan akrab Endriansah, Senin (21/2/2022).

BERITA TERKAIT :
Berbagi Ide Dan Asah Kepemimpinan Songsong Jakarta Kota Global, FPPJ Gelar Kemah Aktivis Muda Di Ragunan
Apresiasi Marullah Jadi Sekda Lagi, FPPJ: Harus Rangkul Aktivis Jakarta

"Masyarakat Betawi harus menjadi bagian penting dalam menentukan nasib Jakarta. Dengan begitu, Betawi dapat mempertajam dan memperkokoh positioning di Jakarta setelah enggak lagi Ibu Kota," lanjutnya.

Sebelumnya, rekomendasi telah dirumuskan melalui diskusi kelompok terarah (focus group discussion/FGD) bertema 'Pasca-Jakarta tanpa Ibu Kota' di Universitas Islam As-Syafi’iyah, Jakarta, pada Sabtu (19/2).

Kegiatan tersebut diprakarsai Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal DKI Jakarta, Dailami Firdaus.

FGD melibatkan berbagai lembaga diantaranya Pusat Studi Betawi Universitas Islam As-Safi’iyah, Betawi Satu, Lembaga Kebudayaan Betawi, dan Kaukus Muda Betawi.

“Dalam forum tersebut, kami menyepakati sembilan rekomendasi untuk pemerintah dan DPR dalam menyusun revisi UU 29/2007,” kata Dailami.

Adapun isi rekomendasi antara lain: Pertama, perlunya merevisi UU 29/2007 menyusun diundangkannya UU Ibu Kota Negara (IKN) oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, revisi harus dilakukan secara runut dan rigid dengan memperhatikan sistem, bentuk, dan nilai masyarakat Betawi pasca-Jakarta tidak lagi berstatus sebagai IKN.

Kedua, dalam merevisi UU 29/2007, naskah akademik memuat nilai historis, psikologis, sosiologis, sosial dan budaya, tata pemerintahan, hukum, ekonomi, serta usul perubahan pasal per pasal.

 

Ketiga, masyarakat Betawi sebagai penduduk asli Jakarta harus terlibat aktif dalam seluruh proses dan tahapan, dari penyusunan, pengusulan, pembahasan, dan pengesahan karena masyarakat Betawi lebih mengetahui kebutuhan, keinginan, dan perkembangan Jakarta ke depan.

Keempat, Jakarta tetap mendapatkan sifat kekhususan sebagaimana yang diterima Provinsi Aceh, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan Papua.

Kelima, isi atau substansi UU 29/2007 hasil revisi mengusung semangat desentralisasi asimetris guna memaksimalkan potensi politik, sosial, budaya, dan ekonomi sekaligus dalam menghadapi berbagai masalah Jakarta ke depan.

Keenam, atas adanya kekhusuan Jakarta tersebut, maka revisi UU 29/2007 harus memuat kelembagaan masyarakat adat Betawi, seperti yang ada di Aceh (Majelis Adat Aceh/MAA) dan/atau di Papua (Majelis Rakyat Papua/MRP) agar pembangunan daerah terintegrasi dengan nilai-nilai Betawi.

Ketujuh, UU 29/2007 hasil revisi harus menempatkan hak-hak sosial dan politik masyarakat Betawi dalam setiap sistem pemerintahan dan setiap tingkatan di DKI Jakarta.

Kedelapan, revisi UU 29/2007 mesti memuat sistem pendidikan dengan memperhatikan muatan lokal kebetawian dalam kurikulum pendidikan di setiap tingkatan.

Kesembilan, revisi UU 29/2007 harus memuat penyesuaian dan pengembangan wilayah khusus budaya dan ekonomi di setiap pemerintahan tingkat kecamatan.

Diketahui, kegiatan tersebut diikuti beberapa tokoh Betawi, di antaranya Beky Mardani, Herman Sani, Munir, Yoyo, Ihsan, Aziz Kafia. Sony Sumarsono juga hadir sebagai narasumber.