Sabtu,  27 April 2024

Putra Soeharto Ogah Bayar Utang Sea Games 1997, Bakal Makin Seru Nih...

NS/RN
Putra Soeharto Ogah Bayar Utang Sea Games 1997, Bakal Makin Seru Nih...

RN - Putra Soeharto, Bambang Trihatmodjo nampaknya enggan membayar utang. Pihak Bambang meminta agar pemerintah menutup kasus utang Sea Games 1997. 

Kasus ini berawal dari dana talangan Sea Games 1997 yang kini dianggap sebagai piutang negara. Kasus ini menyeret Bambang Trihatmodjo yang kala itu menjabat sebagai ketua umum konsorsium swasta mitra penyelenggara Sea Games 1997.

Kuasa hukum Bambang, Shri Hardjuno Wiwoho mengatakan saat ini kasus utang Sea Games 1997 bagaikan sengaja dibuat untuk menyinggung pribadi Bambang Trihatmodjo sebagai anak Presiden Soeharto yang merupakan bagian dari orde baru.

BERITA TERKAIT :
Kabar Buruk Dari Sri Mulyani, Semoga Ekonomi Di Era Prabowo Gak Apes
Siapa Bilang Sri Mulyani Cemen, Menkeu Siap Hadir Di MK...

"Bila pemerintah bisa bijak, bisa lihat masalah bukan pada tendensi pribadi, dan diduga kaitan Pak Bambang Trihatmodjo sebagai putra Presiden Soeharto. Apakah tidak bisa Kementerian Keuangan menutup masalah ini," ujar Hardjuno dalam konferensi pers yang dilakukan di kantornya, bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (23/3/2022).

Bahkan, menurut Hardjuno sejak awal pun uang yang diberikan untuk dana talangan pun sumbernya bukan dari APBN. Melainkan, uang dari pihak swasta, tepatnya dana pungutan reboisasi dari Kementerian Kehutanan.

"Karena, bilamana kita melihat historis permasalahan ini pun, sumber dari dana talangan ini bukan dari APBN. Kita trace itu bukan dari kas Kemensetneg tapi dari Kementerian Kehutanan, sumbernya dari dana reboisasi. Dana yang memang didapatkan dari pihak swasta," papar Hardjuno.

Seperti diketahui, dana talangan yang jadi masalah diberikan oleh pemerintah kala itu lewat Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) kepada konsorsium swasta mitra penyelenggara Sea Games 1997 yang dipimpin oleh Bambang Trihatmodjo. Dana sebesar Rp 35 miliar diambil pemerintah dari dana reboisasi yang ditampung di Kementerian Kehutanan.

Dana talangan Rp 35 miliar ini sendiri digunakan untuk tambahan dana Sea Games 1997 yang awalnya ditetapkan hanya senilai Rp 70 miliar. Dana tambahan itu diminta KONI untuk mengurus pembinaan atlet.

PT Tata Insani Mukti (PT TIM) ditunjuk sebagai badan hukum teknis pelaksana konsorsium mitra penyelenggara swasta. Di dalam perusahaan itu, Bambang memiliki jabatan sebagai komisaris utama tanpa memiliki saham. Lewat PT TIM, dana talangan itu diberikan oleh negara.

Atas dasar tersebut, menurut Hardjuno, sejak awal Bambang bukannya enggan membayar dana talangan yang kini ditagih sebagai piutang negara, tapi hal itu menurutnya memang bukan kewajiban Bambang. Subyek hukumnya yang menjadi penerima dana talangan pun PT TIM bukan Bambang Trihatmodjo.

Malah, ada dua tokoh lain di balik PT TIM yang harusnya ikut ditagih. Kedua tokoh ini memiliki saham di PT TIM lewat dua perusahaannya, yaitu Bambang Riyadi Soegomo dan Enggartiasto Lukita.

"Kenapa klien kami bersikukuh, bukan tidak mau bayar tapi bukan kewajibannya. Subyeknya ini PT TIM, klien kami komut tanpa pemegang saham. Pemegang saham itu ada dua perusahaan jadi pengendali. Itu milik pak Bambang Soegomo dan pak Enggartiasto," jelas Hardjuno.

Selama ini, menurut Hardjuno, nama Bambang Trihatmodjo ikut terseret dalam kasus utang Sea Games 1997 cuma karena kliennya itu menjabat sebagai ketua umum konsorsium mitra penyelenggara swasta Sea Games dan ikut menandatangani dokumen serah terima dana talangan Sea Games 1997.

"Memang dana talangan itu ditandatangani ketua umum (dijabat Bambang Trihatmodjo) dan ketua harian (dijabat Bambang Soegomo). Mungkin itu yang dirujuk," jelas Hardjuno.

Dari dana talangan yang kini dijadikan sebagai piutang negara itu, Bambang diminta mengembalikan dana tersebut ke negara ditambah bunga 5% per tahun. Kalau dihitung-hitung tagihan itu kini sudah menjadi sekitar Rp 50-60 miliar.

Meski demikian, Kemenkeu tetap berkeyakinan Bambang Trihatmodjo yang harus membayar utang tersebut. Anak buah Menkeu Sri Mulyani yang menjabat sebagai Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Lain-lain, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kemenkeu, Lukman Effendi memastikan penagihan ke Bambang akan terus dilakukan sampai utang kepada negara dinyatakan selesai.