RN - Gugatan perkara penundaan Pilkada 2022 dan 2023 karena Pilkada Serentak di 2024 ke MK belum juga ada kejelasan kapan dilanjutkan.
Sidang perkara uji materi pasal 201 ayat 10-11 Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 yang mandeg hingga kini, semestinya Mahkamah Konstitusi (MK) menjadwalkan kembali sidang perkara tersebut setelah dua kali sidang.
Sebagai pemohon, Rahmatullah mengaku, bingung dengan lamanya sidang lanjutan tersebut tanpa alasan jelas. “Apakah, karena Ketua MK menikah? Jadi, sidang tertunda. Kami, kan, jadi bertanya-tanya saya,” ucap Rahmat dalam keterangan tertulisnya, Selasa (29/3).
BERITA TERKAIT :Awalnya Pramono Menolak Dicalonkan Jadi Gubernur Jakarta, Mega; Saya Suruh Izin Ke Istri
Bikin Macet, Pengendara Sepeda Motor Tuding Pemkot Jakarta Timur Terlalu Istimewakan PKL
Menurut dia, uji materi UU ini cukup penting karena menyangkut kepentingan nasional agar kepala daerah mendapatkan legitimasi kuat. “Kami minta MK transparan kenapa perkara ini mandeg. Semoga tidak alasan cuti nikah. Walaupun cuti sangat dibolehkan. Karena MK punya sistem kerja, jangan karena satu orang hakim perkara mandeg,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, penunjukan penjabat kepala daerah dari ASN hanya akan menimbulkan banyak masalah sebagaimana yang banyak disampaikan pakar, praktisi, bahkan mantan Dirjen Otonomi Daerah.
Apalagi Kepala Daerah memiliki kewenangan mengelola dana publik melalui pajak daerah yang mesti dipertanggungjawabkan, bahkan ikut menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain sesuai ketentuan otonomi daerah, lalu jika diangkat Penjabat, maka dari mana legitimasinya? Karena itulah mengapa Kepala daerah idealnya harus dikembalikan ke konstitusi Pasal 18 UUD 1945 bahwa Kepala daerah dipilih secara demokratis, bukannya diangkat. Ini harus segera dijadwalkan oleh MK agar mendapatkan kepastian hukum bagi masyarakat di daerah.