RN - Bank Mandiri mempertanyakan itikad baik Titan untuk menunaikan kewajiban pembayaran kepada sejumlah kreditur sindikasi.
Pasalnya, sejak berhenti mencicil sesuai ketentuan yang berlaku pada Februari 2020 dan mendapat label kredit macet dari para kreditur pada Agustus 2020, hingga kini Titan tak melaksanakan kewajiban sesuai kesepakatan awal.
Bahkan, selama tiga tahun terakhir, kreditur sindikasi tidak pernah menerima laporan keuangan audited dari perusahaan batu bara itu. Padahal, operasional bisnis perusahaan tambang batu bara tersebut berlangsung normal, meski badai pandemi COVID-19 menerpa negeri ini.
BERITA TERKAIT :Dirut Bank Mandiri Lagi Sumringah, Disebut Prabowo Calon Menteri Keuangan
Jadi Korban ATM, Ketum KNPI Haris Desak Erick Copot Bos Bank Mandiri
"Solusi kredit macet ini sebenarnya simpel. Kalau memang Titan beritikad baik, segera lunasi kreditnya ataupun bayar tunggakannya kepada seluruh kreditur sindikasi tanpa berdalih apapun," ujar VP Corporate Communication Bank Mandiri Ricky Andriano dalam keterangan di Jakarta, Jumat (1/7/2022).
Kredit macet PT Titan Infra Energy anak usaha dari Titan Group senilai 450 juta dolar AS kepada sejumlah kreditur sindikasi yang terdiri dari PT Bank CIMB Niaga Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Credit Suisse, dan Trafigura belum juga menemukan titik terang.
Hingga tenggat waktu yang disepakati pada 30 Juni 2022 berlalu, para kreditur belum juga menerima proposal restrukturisasi kredit yang dijanjikan Direktur Utama PT Titan Infra Energy Darwan Siregar. Padahal, kepada sejumlah media baru-baru ini, Darwan berkomitmen membuka kembali komunikasi untuk menyelesaikan tunggakan kewajibannya kepada para kreditur.
Berdasarkan data yang diterima kreditur sindikasi, penjualan batu bara yang dilakukan Titan mencapai lebih dari 226 juta dolar AS pada 2020 dan meningkat tajam pada 2021 mencapai lebih dari 281 juta dolar AS.
Hal itu salah satunya dipicu oleh tren harga batu bara dunia yang terus merangkak naik, dari 40 dolar AS per ton pada saat kredit disalurkan pada 2018, melonjak hingga sempat menyentuh 400 dolar AS per ton pada Juni 2022.
Tentu saja, dengan harga batu bara dan penjualan yang terus meroket itu, kreditur sindikasi menilai Titan mampu menyelesaikan kewajibannya dan tak layak mengajukan restrukturisasi dengan alasan terdampak pandemi COVID-19.
Menurut Ricky, para peserta kredit sindikasi, seperti disebutkan di awal, bukanlah rentenir ataupun pinjaman online ilegal, namun merupakan bank-bank yang memiliki reputasi tinggi di negara masing-masing. Artinya, seluruh keputusan yang telah disepakati keempat institusi keuangan tersebut sudah melalui proses penilaian yang menyeluruh.
"Tidak mungkin keempat lembaga keuangan ini menzalimi debiturnya sendiri, karena hidup bank justru dari debitur," kata Ricky.
Namun, sebagai lembaga intermediasi, sumber utama pendanaan bank berasal dari simpanan nasabah. Itulah sebabnya bank akan berupaya keras kepada debitur untuk memenuhi kewajibannya jika debitur memiliki kemampuan membayar.
Sebaliknya, bila ada faktor force majeur tentunya bank akan melakukan restrukturisasi berupa rescheduling pembayaran, diskon, dan opsi keringanan lainnya, termasuk ikut membantu mencarikan investor baru untuk meringankan beban debitur.
"Alasan yang disebutkan Titan tidak terpenuhi, karena perusahaan masih dalam keadaan baik. Bahkan, saat ini harga batu bara sudah 10 kali lipat dari harga awal. Tentunya, kemampuan perusahaan ada, kecuali memang berniat tidak bayar alias ngemplang," kata Ricky.