Jumat,  22 November 2024

Rokok, Cukai Besar Tapi Merusak Anak

RN/NS
Rokok, Cukai Besar Tapi Merusak Anak

RN - Jumlah perokok pada ABG meningkat. Saat ini ada tiga dari empat anak sudah kencanduan rokok.

Hal ini berdasarkan data Global Youth Tobacco Survey, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), dan Sentra Informasi Keracunan Nasional (Sikernas) dari Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM) menyebutkan tiga dari empat anak mulai merokok di usia kurang dari 20 tahun.

Tapi, rokok masih menjadi salah satu penghasil pajak terbesar di Indonesia. Pemerintah sebelumnya resmi menaikkan tarif rata-rata tertimbang cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok sebesar 12%.

BERITA TERKAIT :
Pengusaha Sawit Digeber, Nusron Teriak Anggaran Bocor 300 Triliun
JARI’98 Serukan Taat Pajak Dan Minta KPK, BPK, Kejagung Serta Kepolisian Audit APBD Benyamin Davnie

Kenaikan tarif cukai diikut dengan harga eceran rokok per batang maupun per bungkus. Kenaikan tarif cukai rokok berada pada rentang 2,5% hingga 14,4%.

Data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencatat relisasi penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) sampai dengan akhir November 2021 sebesar Rp 161,7 triliun.

Adapun pencapaian tersebut tumbuh 10,73% year on year (yoy) dari realisasi penerimaan cukai rokok pada Januari-November 2020 yang hanya mencapai Rp 146,03 triliun.

Tobacco Control Support Center (TCSC) IAKMI menyebutkan, prevalensi perokok anak terus naik setiap tahunnya. Pada 2013 prevalensi perokok anak mencapai 7,20 persen, kemudian naik menjadi 8,80 persen tahun 2016, 9,10 persen tahun 2018, 10,70 persen tahun 2019. Jika tidak dikendalikan, prevalensi perokok anak akan meningkat hingga 16 persen di tahun 2030.

Ikatan Ahli Masyarakat Indonesia (IAKMI) mengatakan, upaya melindungi anak dari paparan produk rokok perlu dilakukan. Caranya, salah satunya, dengan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang zat adiktif agar bisa memperkuat perlindungan anak terhadap produk rokok.

Di antara regulasi yang sangat dinanti-nanti oleh IAKMI adalah perlunya pembuatan aturan larangan menjual rokok secara ketengan alias batangan.

Selain itu, IAKMI juga mendorong pelarangan iklan, promosi, dan sponsor rokok di berbagai media, baik di luar ruang, dalam ruang, televisi, dan media digital, termasuk internet.

Di Indonesia saat ini, kematian karena 33 penyakit yang berkaitan dengan perilaku merokok mencapai 230.862 pada tahun 2015, dengan total kerugian makro mencapai Rp 596,61 triliun. Tembakau membunuh 290 ribu orang setiap tahunnya di Indonesia dan merupakan penyebab kematian terbesar akibat penyakit tidak menular.