PROSTITUSI di Jakarta baru abad 18 setelah bukit Tambora diruntuhkan. Itu behaviour pendatang. Lokasi yang mereka pakai dibekas reruntuhan bukit Tambora.
Penduduk sebut tempat itu Rébo (bukan Rabu) artinya ramai.
WTS disebut cabo. Ini bahasa Latin America yang artinya perempuan. Mucikari disebut ba'tau, sakit kelamin disebut péhong. Keduanya saya tak tahu bahasa apa.
BERITA TERKAIT :Ibu Dan Istri Dihina Jadi Pelacur, Tukang Jagal Ikan Penggal Kepala Mantan Istri Siri
Transformasi Matthijs De Ligt
Masih di lokasi bekas bukit Tambora ada tempat first class namanya Macao Po. Di sini beroperasi WTS yang didatangkan dari Macao. Bisnis prostitusi di luar kepentingan dan urusan native.
Menjelang akhir abad ke-19 muncul produk baru dunia hitam, namanya Soehian. Soehian rumah hiburan yang dimeriahkan gambang kromong. Yang ke sini baik perempuan maupun laki bukan native ataupun muslim.
Perempuan soehian disebut lonté. Juga perempuan gendak atau bini piara. Tapi umumnya jobong, atau wanita nakal.
Dalam penelitian saya, saya belum pernah dengar ada jago Betawi yang jadi backing soehian ataupun tempat nge-top, perjudian.
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, di Palmera ada satu soehian. Sayang sekali tempat dengan toponim bersejarah: Palmyra, ibukota Assyria, dikotori soehian.
Pada suatu pagi di tahun 1911 di Jalan Kebon Sirih, orang pada kumpul di sekitar rumah Snouck Hurgronye di dekat jembatan Serong. Di kali sodetan ditemukan jenazah perempuan Belanda yang masih muda. Perempuan itu tampaknya dibunuh.
Polisi Belanda bertindak. Ditangkap seorang terduga. Ini kasus tak ada urusannya dengan Hurgronje penasehat Belanda urusan bumi putera, hanya saja terduga pernah melancong ke rumah Hurgronye.
Pelaku orang Belanda, langganan soehian. Ia kenal korban: Fientje de Venick, yang tinggal di Kwitang, di soehian Palmera. Fientje memang kembang di soehian itu. Tapi de Venick tak tertarik dengan Belanda itu. Fientje dibunuh.
Kasus terbunuhnya de Venick membuat Belanda tutup semua soehian. Mungkin ada advis dari Snouck Hurgronje.
Ridwan Saidi
Budayawan