RN - Hasil survei Bloomberg menunjukkan Indonesia dinilai sebagai negara dengan resiko resesi yang kecil, hanya tiga persen. Angka ini sangat jauh jika dibandingkan dengan rata-rata negara Amerika dan Eropa, yang mencapai 40 hingga 55 persen, ataupun negara Asia Pasifik pada rentang antara 20 hingga 25 persen.
"Namun demikian, kita tidak boleh lalai. Kenaikan inflasi dapat menjadi ancaman bagi perekonomian nasional," kata Ketua MPR Bambang Soesatyo saat menyampaikan pidato Sidang Tahunan MPR RI sekaligus Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI Tahun 2022 di gedung Nusantara, Komplek Parlemen, Senayan, Selasa (16/8/2022).
Ia mengatakan, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik per Juli 2022, laju inflasi Indonesia berada di level 4,94 persen, dan pada bulan Agustus diprediksi akan meningkat pada kisaran 5 hingga 6 persen.
BERITA TERKAIT :Kursi Ketua MPR Ditukar Guling, Alhasil Golkar Dapat Jatah Menteri Banyak
Tipu-Tipu Daerah Bikin Data Inflasi Bodong Demi Duit Insentif
"Bahkan pada bulan September 2022, kita diprediksi akan menghadapi ancaman hiper-inflasi, dengan angka inflasi pada kisaran 10 hingga 12 persen. Laju kenaikan inflasi, disertai dengan lonjakan harga pangan dan energi, semakin
membebani masyarakat, yang baru saja bangkit dari pademi COVID-19," urai Bamsoet.
Ia juga menyinggunh lonjakan harga minyak dunia pada awal April 2022 diperkirakan mencapai 98 US dolar per barel. Angka ini jauh melebihi asumsi APBN 2022 sebesar 63 US dolar per barel.
Di sisi lain, beban subsidi untuk BBM, Pertalite, Solar, dan LPG, sudah mencapai Rp502 triliun.
"Kenaikan harga minyak yang terlalu tinggi, tentunya akan menyulitkan kita dalam mengupayakan tambahan
subsidi, untuk meredam tekanan inflasi. Tidak ada negara yang memberikan subsidi sebesar itu," terangnya.
Kondisi fiskal dan moneter Indonesia juga dinilainya perlu menjadi perhatian guna menghadapi potensi krisis global.
Di sektor fiskal, tantangan yang harus dihadapi adalah normalisasi defisit anggaran, menjaga proporsi utang
luar negeri terhadap Produk Domestik Bruto, dan keberlanjutan pembiayaan infrastruktur.
"Dari segi moneter, tantangan terbesar adalah mengendalikan laju inflasi, menjaga cadangan devisa dan stabilitas nilai tukar rupiah," imbuhnya.