RN - Desakan kepada Kejati (Kejaksaan Tinggi) DKI Jakarta menuntaskan kasus dugaan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) pembebasan lahan Cipayung oleh Dinas Pertamanan Tahun anggaran 2018 kembali menguat.
Kali ini desakan tersebut disuarakan oleh eksponen aktivis 98, Agung Wibowo Hadi. “Saya harap Kejati DKI tidak mencoreng wajah Kejagung yang saat ini sedang bekerja maksimal menuntaskan berbagai kasus korupsi,” ujar Agung.
Menurut Agung, kinerja Kejati DKI saat ini sedang dipertanyakan dalam kasus pembebasan lahan Cipayung. “Betul, saat ini memang Kejati telah menahan 3 orang. Tapi dewan di Kebon Sirih tak kunjung diperiksa, ini ada apa?,” tanya Agung.
BERITA TERKAIT :FORMASI Desak Kejati DKI Segera Selidiki Beberapa Kasus Korupsi dan Manipulasi yang Rugikan APBD Jakarta
Nih Modus Korupsi Pengadaan Tanah Rumah DP 0 Rupiah, DPRD DKI Kapan Digarap Nih?
“Kami duga ada keterlibatan Pejabat Pemprov DKI dan Anggota DPRD DKI Jakarta di kahan itu. Jadi kami minta Kejari gak setengah -setengah menuntaskan korupsi ini”.
Agung berjanji akan menurunkan massa aksi jika dalam waktu dekat ini Kejati DKI tidak memeriksa anggota DPRD DKI Jakarta, khususnya Ketua Komisi D 2018.
“Kita bakal terus memantau, kita berharap Kejati bisa membuka tabir ke publik, siapa saja pemain- pemain yang terlibat di DPRD DKI Jakarta,” ujar Agung.
Indikasi keterlibatan oknum DPRD DKI Jakarta dalam kasus pembebasan lahan Cipayung bukanlah isapan jempol. Sebab, ungkap dia, konon kabarnya inisial ‘MTT’ yang saat ini sudah jadi tersangka dan ditahan merupakan anak biologis dari salah satu anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi NasDem.
“Informasi yang beredar di Kebon Sirih, MTT ini selain anak biologis anggota DPRD DKI, juga berperan sebagai operator IS (oknum anggota DPRD) dalam kasus pembebasan lahan Cipayung,” tandas Agung.
Seperti yang diketahui, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI Jakarta Ashari Syam di Jakarta, Rabu (20/7/2022), mengatakan ketiga tersangka itu, yakni mantan Kepala UPT Tanah HH, Notaris LD, dan pihak swasta MTT.
Tiga Orang tersangka tersebut dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan.
Penahanan HH berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nomor : Print-1876/M.1/Fd.1/07/2022 tertanggal 20 Juli 2022, Tersangka LD (Notaris) sesuai Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nomor : Print-1877/M.1/Fd.1/07/2022 tertanggal 20 Juli 2022, serta tersangka MTT melalui Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nomor : Print-1878/M.1/Fd.1/07/2022 tertanggal 20 Juli 2022.
Penyidik Seksi Pidana Khusus Kejati DKI menahan 3 tersangka berdasarkan syarat objektif, yaitu ancaman hukuman pidana penjara lebih dari lima tahun.
Kemudian, syarat subjektif, yakni para tersangka khawatir melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan mengulangi perbuatannya lagi sebagaimana ketentuan Pasal 21 KUHAP.
Selain itu, Ashari menyatakan Penyidik Bidang Pidsus Kejaksaan Tinggi DKI telah menetapkan pihak swasta lain berinisial JF berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : TAP-70/M.1/Fd.1/07/2022 tertanggal 19 Juni 2022.
Peranan JF bekerjasama dengan LD untuk membebaskan lahan di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.
Bahwa JF dan LD melakukan pengaturan harga terhadap delapan pemilik atas sembilan bidang tanah di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.
Pemilik lahan hanya menerima uang ganti rugi pembebasan lahan sebesar Rp1.600.000 per meter persegi, sedangkan Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta membayar lahan rata-rata sebesar Rp 2,7 juta per meter persegi kepada pemilik lahan atau Total Rp46.499.550.000.
Sedangkan total uang yang diterima oleh pemilik lahan hanya sebesar Rp28.729.340.317 sehingga uang hasil pembebasan lahan yang dinikmati para tersangka dan para pihak sebesar Rp 17.770.209.683.
Untuk itu, penyidik Pidsus Kejati DKI menjerat tersangka JF dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 5 ayat (1), Pasal 13 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.