RN - Media asing skala internasional menyoroti insiden berdarah Kanjuruhan, yang menewaskan ratusan orang, termasuk dua anggota polisi.
Tragedi memilukan ini terjadi usai laga tuan rumah Arema FC kalah dari Persebaya, Sabtu (1/10/2022).
The Guardian menurunkan berita dengan tajuk Kerusuhan Sepak Bola Indonesia: 129 Orang Tewas Setelah Terinjak-injak Dalam Pertandingan.
BERITA TERKAIT :Timnas Vs Argentina Dikawal Ribuan Petugas, Suporter Jangan Rusuh Ya...
Kerusuhan Sepakbola, 12 Orang Tewas
Media asal Inggris ini juga turut mengutip perkataan kepada kantor kesehatan daerah Malang, Wiyanto Wijoyo yang mengatakan lebih dari 120 orang tewas dan masih mengumpulkan jumlah korban yang terluka dan tengah dirujuk ke rumah sakit setempat. "Perkelahian kabarnya dimulai saat ribuan suporter Arema berhamburan ke lapangan usai timnya kalah. Pemain Persebaya langsung meninggalkan lapangan, namun beberapa pemain Arema yang masih berada di lapangan juga ikut diserang," tulis The Guardian.
The Mirror juga melaporkan tragedi Kanjuruhan dengan judul Lusinan Suporter Sepak Bola Tewas Di Kerusuhan Massal Yang Melibatkan Tembakan Gas Air Mata, dan Liga Dihentikan.
The New York Times membuat laporan tentang tragedi mengenaskan di Indonesia ini dengan judul “More Than 100 Dead in Unrest After Indonesian Soccer Match.”
Artikel tersebut menjelaskan tentang kronologi dari insiden berdarah yang terjadi pada laga sepak bola Arema vs Persebaya.
“After a home team loss, fans rushed the field and were confronted by the police, who used tear gas. In the panic that ensued, many were trampled,” buka penulis pada bagian awal artikel.
Kemudian, penulis juga menjelaskan bahwa ada lebih dari 100 orang yang tewas dalam kejadian Sabtu malam di Malang.
“More than 100 people died Saturday night after a professional soccer match in Malang, Indonesia, when rioting fans prompted the police to fire tear gas into tightly packed crowds, according to local officials,” tulisnya.
Tak hanya melaporkan tentang kejadian yang baru saja terjadi, penulis bahkan menyinggung dan mengkritisi penyelenggaraan sepak bola di Indonesia yang sudah biasa dengan kekerasan.
“Soccer violence has long been a problem for Indonesia. Violent, often deadly rivalries between major teams are common,” tulis Sui-Lee Wee, penulis artikel.
Ia bahkan menyinggung supporter Indonesia yang memiliki komando untuk memimpin pasukan suporter pada pertandingan di seluruh Indonesia.
“Some teams even have fan clubs with so-called commanders, who lead armies of supporters to matches across Indonesia,” tambahnya di bawah tulisan sebelumnya.
Kemudian, Sui-Lee juga menyinggung suar, polisi anti huru-hara, serta kekerasan terkait sepak bola yang sudah memakan korban sejak 1990-an.
“Flares are often thrown on the field, and riot police are a regular presence at many matches. Since the 1990s, dozens of fans have been killed in soccer-related violence,” tutupnya.
Kabar duka sepak bola Tanah Air juga sampai hingga Jazirah Arab. Itu usai media Qatar, Aljazeera. Mereka menulis laporan kejadian ini dengan tajuk Puluhan Tewas Terinjak-injak di Pertandingan Sepak Bola Indonesia, Kata Polisi.
Tak hanya The Aljazeera, berita tentang insiden berdarah Arema vs Persebaya juga sudah dibahas oleh banyak media asing lain misalnya AP News, ESPN, ABC7, dan lainnya.