RN - Sebanyak dua ekor sapi Kupang milik Tami, petani sapi di Kampung Cikunir, RT 06 RW 03, Kelurahan Jakamulya, Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Jawa Barat, mati usai sepekan divaksin.
Tami menduga kejadian ini akibat dosis vaksin yang berlebihan. Ada empat sapi Kupang miliknya yang divaksin pada 26 Oktober dan 2 November 2022. Namun, 7-8 hari kemudian pascavaksin, sapi-sapinya mulai menunjukkan gejala yang tidak biasa.
BERITA TERKAIT :Kena Masalah, Akun Tiktok Herkos Voters Dilaporkan ke Polres Kota Bekasi
Mendekati Pencoblosan, DPRD Kota Bekasi Ingatkan KPU dan Bawaslu Bekerja Profesional
Kedua sapi yang mati sebelumnya mengalami gejala kejang-kejang dengan suhu tinggi dan mata memerah, hingga akhirnya ambruk. Sedangkan dua ekor lainnya kini sedang menunjukkan gejala yang sama.
"Ada enam sapi Kupang, yang kita vaksinasi itu empat ekor dan yang dua tidak. Nah itu sangat berbeda sekali dari kesehatan, dari makannya. Dari empat ekor yang divaksinasi, dua ekor sudah mati dan dua ekor lagi sudah menunjukkan gejala. Nah, yang 2 ekor tidak vaksinasi masih sehat-sehat saja, tidak ada menunjukkan gejala sedang sakit," kata Tami kepada wartawan, dikutip hari ini.
Dari pemeriksaan dokter menunjukkan suhu normal, namun bulunya merinding seperti tidak sehat. Tami merasa dua sapinya tersebut masih akan mengalami fase kritis, dikarenakan vaksin yang sedang bereaksi.
Tami mencurigai kondisi yang dialami sapi-sapinya disebabkan dosis vaksin yang berlebihan. Pasalnya, dosis vaksin yang diberikan kepada sapi Kupang yang hanya berbobot 100-150 kilogram, disamakan dengan dosis sapi limousin yang berbobot 300-500 kilogram.
"Harusnya berbeda setahu saya yang awam. Karena jenis vaksinasi apapun di kita saja, apabila berbeda usia, beda pula dosisnya. Kenapa ini disamakan?" ucapnya.
Tidak Ada Ganti Rugi
Ia lantas menanyakan langsung perihal kejadian ini ke dinas terkait, untuk meminta kejelasan sekaligus pertanggungjawaban. Namun dari dinas menyampaikan tidak ada ganti rugi lantaran Kota Bekasi tidak termasuk wilayah yang terkena wabah, hanya terdampak saja.
"Menurut saya wabah atau terkena dampak, itu kan sama-sama kena, tidak ada perbedaan. Apalagi ini kan vaksin, bakteri yang dimatisurikan dan disuntikkan secara sengaja oleh kita biar bereaksi di dalam tubuh. Nah, dari sini saya memahami kayaknya ada kurang sinkron tentang dosisnya saja, dengan vaksinasinya tidak salah," tuturnya.
Pihak dokter dari dinas terkait beralasan saat ini ada wabaah baru yang menyebabkan sapi mengalami kejang-kejang meski sudah divaksin.
"Nah, dari situ kita menganalis, sepertinya penyakit apa ini yang ada akibat vaksinasi atau memang dengan penyakit yang baru. Karena memang jujur saja, saya sudah tujuh tahun lamanya bergelut tentang sapi Kupang dan Bali, baru kali ini saya mengalami sapi kejang-kejang, mata merah, langsung lewat," ungkapnya.
Tami mengaku tidak berani mengonsumsi daging sapi yang telah mati dikarenakan khawatir sudah terkontaminasi vaksin.
"Saya melihat dari dagingnya sendiri. Memang warnanya merah, tapi kan kita takut untuk kita konsumsi. Akhirnya kita bawa ke penangkaran buaya," jelasnya.
Dengan adanya kejadian ini, Tami dan para peternak sapi lainnya berharap dinas terkait lebih selektif dalam pemberian vaksin hewan ternak. Kemudian menyosialisasikan penanganan yang tepat terhadap sapi yang mengalami kejang-kejang.
"Jadi jangan ada lagi korban-korban seperti saya. Saya sendiri merasa kecewa dengan dosis yang ukuran sama, karena saya yakin dari dosis itu udah ketemu (penyebab kematian sapi)," tandasnya.
Dikonfirmasi, tim dokter hewan Dinas Ketahanan Pangan Pertanian Pemerintah Kota Bekasi, Yudi mengatakan, penyebab kematian sapi-sapi itu pasca-divaksin belum dipastikan karena masih memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
"Ya kalau masalah karena vaksin itu belum bisa dipastikan juga. Jadi kita harus ada penelitian lebih lanjut, kita harus ambil samelp dulu. Sementara untuk diperiksa ke pihak yang lebih berwenang lagi," ujar Yudi.
Sebagai upaya antisipasi, ia mengimbau agar petani sapi lebih meningkatkan kebersihan di tengah kondisi pancaroba yang cenderung menimbulkan penyakit.
"Karena ini kondisi masih pancaroba, mungkin masih ada penyakit-penyakit lain. Jadi harus dijaga kebersihan dan hal lainnya. Terus kalau ada gejala penyakit, cepat lapor, jadi kita cepat tanggap," imbuhnya.