Jumat,  22 November 2024

Cita-cita Indonesia Emas Bisa Terganjal! Yuk, Cegah Stunting Sejak Masa Kehamilan

Tori
Cita-cita Indonesia Emas Bisa Terganjal! Yuk, Cegah Stunting Sejak Masa Kehamilan
Anggota DPD RI, Fahira Idris/dok pribadi

RN - Stunting menjadi tantangan besar bagi Indonesia untuk menuju Indonesia Emas 2045.

Pasalnya, berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, prevalensi stunting Balita Indonesia mencapai 24,4 persen pada 2021. Angka ini menjadikan prevalensi stunting Indonesia termasuk dalam kelompok sedang menurut standar WHO di mana idealnya di bawah 20 persen atau rendah.

“Anak-anak kita saat dan beberapa tahun ke depan, pada 2045 atau saat Indonesia memasuki usianya yang ke-100 atau Indonesia Emas menjadi penggerak perubahan negeri ini menjadi salah satu negara maju dan kekuatan ekonomi dunia. Jika saat ini mereka stunting maka cita-cita Indonesia Emas bisa terganjal," ungkap anggota DPD RI Fahira Idris dalam keterangannya, dikutip hari ini.

BERITA TERKAIT :
Anggaran Untuk Gizi Balita Cuma Seremonial, Rp 141 Triliun Dihamburkan Daerah 
Komeng Gagap Disuruh Urus Hutan & Pertanian, Ini Kata Ketua DPD RI

Oleh karena itu, lanjut dia, berbagai upaya dan kolaborasi harus dimaksimalkan dalam percepatan pencegahan stunting agar pada 2045 Indonesia diisi oleh SDM yang tangguh dan unggul.
 
Fahira memandang walau di Indonesia tren penurunan angka stunting tergolong positif, tetapi masih harus bekerja keras untuk memenuhi ambang batas yang ditetapkan WHO yaitu 20 persen. Pencapaian rata-rata per tahun penurunan stunting di Indonesia sejak 2013 sampai 2021 baru berada di kisaran 2,0 persen.

Selain itu, masih terjadi disparitas yang lebar antarprovinsi serta rata-rata penurunan yang relatif lambat merupakan tantangan dalam kerangka percepatan penurunan stunting menjadi 14 persen pada 2024. Bahkan, di beberapa provinsi, prevalensi stunting balita bahkan masih berada di angka 30 persen.

Fahira menekankan pentingnya pengerahan semua sumber daya dalam pencegahan stunting, Selain itu juga dikarenakan dampak besarnya terhadap perekonomian sebuah bangsa.

Berdasarkan data World Bank, stunting menimbulkan kerugian ekonomi negara sebesar 2 hingga 3 persen dari produk domestik bruto atau PDB sebuah negara.

Fahira mengatakan, selain komitmen politik, keterlibatan pemerintah dan lintas sektor dan kapasitas untuk melaksanakan rencana aksi, pencegahan stunting di Indonesia harus difokuskan pada masa 1.000 hari pertama kehidupan (1000 HPK) yang terdiri atas 270 hari selama kehamilan dan 730 hari pada dua tahun pertama kehidupan anak. Masa ini adalah kunci pencegahan stunting karena merupakan masa yang paling kritis dalam tumbuh kembang anak. Di Indonesia, gangguan pertumbuhan terbesar terjadi pada periode ini.

"Sejatinya stunting dapat dicegah sejak awal kehamilan setidaknya melalui enam cara yaitu lakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin, penuhi asupan nutrisi ibu hamil, mencukupi konsumsi zat besi, terapkan pola hidup bersih dan sehat untuk mencegah infeksi pada kehamilan," papar dia.

Selain itu, hindari paparan asap rokok karena berpotensi membuat ibu hamil berisiko mengalami abortus, pelepasan plasenta, plasenta previa, insufisiensi plasenta, kelahiran prematur, dan cacat janin. "Terakhir, ibu hamil idealnya melakukan olahraga teratur agar imun tetap terjaga,” pungkas senator Jakarta yang juga pemerhati anak ini.