RADAR NONSTOP - Tsunami masih menjadi momok warga Indonesia. Bagi yang tinggal di pinggir pantai, tsunami bak buldozer pemusnah nyawa manusia.
Biasa tsunami didahului oleh gempa. Tapi, belakangan amukan air itu datang tiba-tiba tanpa bisa diprediksi.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB menyebutkan bencana di Nusa Tenggara Barat (NTB) Sulawesi Tengah (Sulteng) dan Banten-Lampung masuk katagori langka. Ketiga bencana ini menimbulkan banyak korban jiwa selama 2018.
BERITA TERKAIT :Pilkada Banten Dirusak Dengan Politisasi Hukum, Aktivis 98: Kita Tau Siapa Pemainnya
Visi Misi Airin Lebih Klop Ke Prabowo, Sony Asal Jeplak Dan Gak Paham Banten?
Dari ketiga bencana tersebut, yang terbesar adalah gempa yang disusul tsunami dan likuifaksi di Sulawesi Tengah yang menyebabkan 2.101 orang meninggal, 1.373 orang hilang, dengan kerugian ekonomi Rp 18,47 triliun.
Gempa memicu tsunami yang tiba sangat cepat hanya dalam waktu empat menit lalu terjadi likuifaksi yang merupakan peristiwa terbesar di dunia.
Setelah itu adalah gempa bumi beruntun yang terjadi di Nusa Tenggara Barat, tepatnya di Lombok dan Sumbawa. Bencana tersebut menyebabkan 546 orang meninggal, 1.886 orang luka-luka dan kerugian material Rp 17,13 triliun.
Sementara tsunami yang terjadi di Selat Sunda juga fenomena yang langka karena dipicu oleh longsoran bawah laut dan erupsi dari gunung Anak Krakatau.
Hingga Selasa, 25 Desember 2018, pukul 13.00 WIB tercatat 429 orang meninggal dunia akibat tsunami Selat Sunda, sebanyak 1.485 orang luka-luka, 154 hilang dan 16.082 orang mengungsi, sementara kerugian masih dalam pendataan.
"Tiga fenomena itu adalah gempa beruntun di Nusa Tenggara Barat, gempa Sulawesi Tengah yang disusul tsunami dan likuifaksi terbesar di dunia, dan tsunami Selat Sunda yang dipicu longsor bawah laut," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta, Selasa, 25 Desember 2018.