RN - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja jadi kiamat kalangan buruh. Kalangan buruh menilai, Perppu itu sama saja melegalkan outsourcing atau alih daya.
"Ini nasib kita petaka, kiamat namanya," keluh buruh di Tangerang, Banten, Senin (2/1).
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengkritik terbitnya Perppu tersebut. Alasannya, alih daya masih diperbolehkan oleh Perppu. Sehingga, isinya tak berbeda dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang sebelumnya dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
BERITA TERKAIT :UMP DKI Rp 5,3 Juta Disahkan Teguh Setyabudi, Buruh Jangan Demo Lagi Ya
Prabowo Naikan UMP 6,5 Persen, Gaji Karyawan DKI Jadi Rp 5,3 Juta
"Akan diatur dalam peraturan pemerintah, mana yang boleh mana yang tidak, makin tidak jelas. Karena semakin menegaskan semua pekerjaan bisa di-outsourcing, ukurannya apa jika diserahkan kepada peraturan pemerintah? Bisa seenak-enaknya dong?” ujar Presiden KSPI, Said Iqbal lewat keterangannya, Senin (2/1/2023).
Dalam Perppu Cipta Kerja disebutkan, perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian alih daya yang dibuat secara tertulis. Pemerintah menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan dalam peraturan pemerintah (PP).
Dalam Pasal 64 Ayat 1 Perppu Cipta Kerja berbunyi, "Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian alih daya yang dibuat secara tertulis."
Selanjutnya dalam Pasal 66 Ayat 1 Perppu Cipta Kerja dijelaskan, hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja/buruh yang dipekerjakannya didasarkan pada perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis. Baik perjanjian kerja waktu tertentu maupun perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
Lalu dalam Pasal 66 Ayat 2 dijelaskan, perlindungan pekerja/buruh, upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul dilaksanakan sekurang-kurangnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menjadi tanggung jawab perusahaan alih daya.
"Dalam hal Perusahaan alih daya mempekerjakan Pekerja/ Buruh berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (l), perjanjian kerja waktu tertentu tersebut harus mensyaratkan pengalihan perlindungan hak-hak lagi Pekerja/Buruh apabila terjadi pergantian Perusahaan alih daya dan sepanjang objek pekerjaannya tetap ada," bunyi Pasal 66 Ayat 3