RN - Gerakan Relawan Demokrasi (Garuda) soroti dugaan proses hukum yang belum sepenuhnya berpihak pada pencari keadilan, terutama pada tahap permohonan banding hukum Kasasi dan Peninjauan Kembali (PK).
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Garuda, Joshua Napitupulu setelah pihaknya mendapat permohonan pendampingan hukum di Mahkamah Agung (MA).
“Ada beberapa pemohon hukum banding kasasi atau PK di MA memohon kepada Garuda untuk pendampingan hukum," ungkap Joshua melalui siaran pers, Selasa (3/1/23).
BERITA TERKAIT :Dedi Mulyadi Sudah 71,5 Persen, Syaikhu Gak Laku Dan PKS Lagi Anjlok
Setyo Budiyanto Jadi Ketua KPK, Bakal Geber OTT Ke Koruptor
Terkait permohonan pendampingan tersebut, Aktivis 98 merasa hal tersebut merupakan bentuk tergerusnya kepercayaan masyarakat atas kinerja dari penegak hukum.
Terlebih, lanjutnya proses banding yang sudah didaftarkan hingga mengeluarkan biaya tersebut justru tidak berjalan sama sekali.
"Terjadi mafia hukum di MA dimana hal tersebut terbukti dengan ditangkapnya salah satu hakim MA oleh KPK," tegas Joshua.
Untuk itu, selain melakukan pendampingan terhadap pemohon, Jhosua juga menegaskan bahwa Garuda siap mengawal Komisi Peberantasan Korupsi (KPK) melakukan pendalaman dan bersih-bersih ditubuh MA.
"Kami siap mendorong ketua KPK, Firli Bahuri untuk melakukan pendalaman mafia hukum di MA dan Garuda siap mendampingi KPK," pungkasnya.
Sebagai informasi, terbaru KPK menetapkan Hakim Agung Sudrajad Dimyati dan sembilan orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait penanganan perkara di MA.
Selain Sudrajad, ada Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung (MA) Elly Tri Pangestu, PNS pada Kepaniteraan MA Desy Yustria dan Muhajir Habibie, PNS MA Redi dan Albasri, pengacara Yosep Parera dan Eko Suparno, serta debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID) Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto.
Atas perbuatannya, Sudrajad selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.