Senin,  06 May 2024

Kasus Formula E Sudah Diseret Politik, KPK Masihkah Punya Nyali?

CR
Kasus Formula E Sudah Diseret Politik, KPK Masihkah Punya Nyali?
Peneliti Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK), Ahmad Aron Hariri -Net

RN - Pengakuan Sudirman Said di kanal YT Karni Ilyas bahwa deklarasi Anies Baswedan oleh partai Nasdem pada 3 oktober 2022 untuk menghindari Anies di-TSK-kan KPK dalam kasus Formula E adalah fakta nyata kasus ini telah  diseret kelompok Anies ke wilayah politik.

Begitu dikatakan Peneliti Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK), Ahmad Aron Hariri, ini ujian bagi KPK untuk benar-benar membuktikan independensi dan ketegasan dalam menegakkan hukum, hari ini.

“Isu politik yang ramai terkait penanganan kasus formula E oleh KPK dinarasikan sebagai upaya pemaksaan untuk mentersangkakan Anies dalam kasus tersebut. Padahal isu itu hanya bersifat spekulatif dan rumor tanpa bukti. Bahkan isu ini dijenterakan oleh semua pendukung Anies dengan mengaitkan segala hal di KPK saat ini sebagai upaya memaksakan Anies jadi tersangka,” ujarnya.

BERITA TERKAIT :
Jakpro Nyerah Soal Formula E, Iwan Takwin Lempar Handuk?
Bek Liverpool Jadi Bos Tim F1

Hariri melanjutkan, ekspose kasus jadi pemaksaan, koordinasi KPK - BPK juga disebut pemaksaan, dan yang terakhir, sekalipun tidak relevan dan tidak korelatif, kembalinya pejabat KPK ke institusi asalnya juga disebut bagian pemaksaan.

“Sehingga bila kita berpikir jernih dan objektif, justru hal ini menguak kesadaran bersama, adanya pemaksaan dalam kasus Formula E hanyalah pemaksaan politik untuk menghentikan proses hukum kasus formula E,” cetusnya.

Ditegaskannya, pemaksaan ini nyata dilakukan secara politik dan penggiringan opini publik agar penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi dari ajang balap mobil listrik yang digagas Anies tidak diteruskan. 

“Melihat dari polanya, kasus Formula E seperti fenomena kasus besar Bank Century era SBY. Gerombolan Anies begitu massif menggerakkan semua kekuataannya untuk menciptakan opini politik karena nurani mereka sadar bahwa Formula E bermasalah secara hukum,” tukas Hariri.

Hariri melanjutkan, semua isu di media soal formula E mesti dilihat secara logis dan kritis. Publik bisa menguji kerja KPK dari pada sekedar membenarkan pernyataan politis bahwa "Anies orang baik yang sedang didzolimi". Sebab ada seperangkat ketentuan undang-undang dan prosedur hukum yang berlaku sebagai tolak ukur penegakan hukum itu dilakukan baik dan benar.

“Konstitusi juga menjamin hak tersangka/terdakwa sebagai hak asasi manusia yang tidak boleh dikurangi dalam keadaan apapun. Bahkan KUHAP pasal 77 memperkenankan seseorang yang disangka atas perkara tertentu mengajukan praperadilan,” bebernya.

Makanya, imbuh Hariri, kasus Formula E harus diusut dan siapapun jangan kusut kalau merasa tidak tersangkut. Kalau proses hukum membuktikan penyelidikan Formula E terpenuhi segala unsur untuk naik penyidikan, itu bukan soal politik. Politik tidak boleh dijadikan alat menghalangi proses hukum. Justru seharusnya ketika anda punya kekuasaan politik gunakan hal itu sebagai kekuatan untuk mencegah semua potensi korupsi disetiap kebijakan yang dilaksanakan.

Upaya mendegradasi hukum dan lembaga hukum secara politik adalah cara politik paling bar-bar. Sikap barbarian ini berakibat fatal yang bukan hanya menghancurkan hukum bahkan merusak demokratisasi kehidupan berbangsa. 

“Sayangnya, gerakan politik di kasus Formula E ini berasal dari kekuatan politik yang kuat. Apakah KPK punya nyali? Kita khawatir, kasus ini bukanlah cerita happy ending. Bisa jadi kasus ini seperti episode Avengers Infinity War yang jadi momen Thanos berhasil mengalahkan Avengers serta berhasil menghancurkan separuh populasi jagat raya,” pungkas peneliti LSAK Ahmad A. Hariri.