RN - Vonis hukuman mati Ferdy Sambo yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan disambut publik. Tapi, hakim lupa soal motif pembunuhan.
Tidak diungkapnya motif pembbunuhan bisa berdampak pada celah hukum untuk Ferdy Sambo. Celah hukum itu bisa menjadi dasar untuk menggugurkan vonis hakim di pengadilan tingkat pertama.
Pakar hukum pidana yang sekaligus mantan Hakim Agung RI, Prof Gayus Lumbuun, menyatakan, vonis hukuman terhadap seseorang harus dilatarbelakangi motif perkara yang jelas dan itu harus diungkap secara terinci di persidangan.
BERITA TERKAIT :Wakapolri Ahmad Dofiri, Bongkar Kasus Ferdy Sambo Hingga Tumpas Gangster DIY
Rebut Perak, Sepak Bola Putri Jakarta Tetap Idola
Menurut Prof Gayus, dalam perkara kasus pembunuhan Brigadir J dengan terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawati, Kuat Ma’ruf, Ricky Rizal, dan Richard Eliezer, tidak terungkap jelas apa sebenarnya yang menjadi motif dari pembunuhan berencana tersebut.
Dengan alasan motif bukanlah merupakan bagian dari delik karenanya bisa dikesampingkan, maka majelis hakim kemudian memvonis Ferdy Sambo dengan hukuman mati, Putri 20 tahun penjara, Kuat 15 tahun penjara, dan Ricky 13 tahun penjara, serta Eliezer 1,6 tahun penjara.
Padahal, kata Prof Gayus, niat dan motif dalam tindak pidana merupakan dua elemen yang penting untuk membuat seseorang harus bertanggung jawab atas kejahatan yang diperbuatnya.
Guru Besar Fakultas Hukum (FH) Universitas Krisnadwipayana (Unkris) ini juga menjelaskan bahwa doktrin merupakan sumber hukum yang sifatnya formil. Oleh karena itu, hal yang menyangkut kepada motif dan niat tentu perlu dipertimbangkan dengan penuh.
“Kalau secara doktrinal, sebuah motif dikesampingkan bisa-bisa saja. Namun, dalam tataran praktis, demi keadilan dan menyangkut nasib orang, maka motif itu harus diungkapkan,” tegas Prof Gayus.
Sebab kalau motifnya tidak diungkap, jelas Prof Gayus, dikhawatirkan ada kekosongan dalam penanganan suatu perkara yang kurang lengkap pertimbangan hukumnya. Di sinilah nanti menjadi celah dimungkinkannya putusan hakim di pengadilan tingkat pertama dan kedua direvisi.
Prof Gayus menegaskan bahwa jaksa harus bisa mendalami apa motif Ferdy Sambo merencanakan pembunuhan Brigadir J. Dan jika hakim merasa paparan kasusnya tidak memiliki motif jelas, maka bisa dikembalikan ke jaksa penuntut umum (JPU) dan meminta untuk lebih digali apa yang menjadi motif sebenarnya.
Beberapa waktu lalu, lanjut Prof Gayus, kuasa hukum keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, pernah mengungkapkan bahwa kasus pembunuhan Brigadir J ada kaitannya dengan 303 (perjudian).
“Ini kan juga bisa menjadi motif terjadinya pembunuhan berencana itu. JPU harus bisa menggali hal tersebut, apakah benar demikian atau ada motif lainnya.”
Prof Gayus mencontohkan dalam persidangan, hakim menyebut bahwa Putri sakit hati dengan Brigadir J, tanpa menjelaskan apa penyebab sakit hatinya. Padahal, mungkin dari situ bisa terungkap sesuatu yang mengarah pada pembunuhan tersebut.
Jika hakim tidak menguraikan motif demi keadilan, sambung Prof Gayus, maka di tingkat upaya hukum lanjutan, kemungkinan terjadi onvoldoende gemotiveerd yang menurut pakar hukum M Yahya Harahap adalah putusan tidak seksama mempertimbangkan semua hal (fakta-fakta dalam persidangan) yang relevan dengan perkata yang bersangkutan.