RADAR NONSTOP - Status Oesman Sapta Odang dipastikan akan jelas paling lambat tanggal 10 Januari 2019. Apakah masuk DCT DPD dengan status Ketua Umum Partai Politik, atau dicoret dari daftar calon anggota DPD.
Demikian dikatakan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan mengatakan, putusan perkara sidang pelanggaran administrasi pemilu yang melibatkan Oesman Sapta Odang (OSO) diputuskan maksimal, Kamis (10/1/2019).
Hari ini Bawaslu memanggil Komisi Pemilihan Umum untuk sidang lanjutan dugaan pelanggaran administrasi pemilu.
BERITA TERKAIT :Beredar Video Sidang DKPP, Manja Lestari Damanik Ketua KPU Brebes Jadi Bandar Suara Pemilu 2024?
Yang Klaim Penyelenggara Pemilu Dukung RIDO Berpotensi Kena Somasi, Sama Dengan Sebar Hoax
"Kalau hitungan kami tidak salah maksimal tangga 10 (Januari). Mudah-mudahan besok (sidang lanjutan) saksi selesai. Senin atau selasa minggu depan kesimpulan berikutnya keputusan," kata Abhan di Media Center Bawaslu, Jakarta, Kamis (3/1/2019).
Sidang kasus OSO masih dilanjutkan, Jumat (4/1/2019) dengan agenda menghadirkan lima saksi dari pelapor yang terdiri dari tiga saksi fakta, dua keterangan ahli.
"KPU juga menghadirkan dua keterangan ahli. Lihat (sidang) besok, posisi kami hanya mendengarkan kemudian memberi keterangan lebih lanjut. Proses masih berjalan dan kami hormati itu. " kata Abhan.
Laporan ke Bawaslu tersebut diajukan oleh kuasa hukum ketua umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO). Laporan pertama atas nama Dodi S Abdul Kadir pada Selasa (18/12) yang melaporkan KPU perihal penerbitan surat yang dikirimkan kepada pihak OSO untuk mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum Partai Hanura.
Laporan kedua yang diterima Bawaslu berasal dari kuasa hukum OSO atas nama Herman Kadir. Pihaknya menduga adanya pelanggaran pidana pemilu yang dilakukan oleh KPU lantaran tidak melaksanakan terkait putusan Mahkamah Agung dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
KPU sebelumnya berencana memasukkan nama OSO ke DCT dengan syarat jika menyerahkan surat pengunduran diri dari jabatan pengurus partai politik ke KPU. Surat itu harus diserahkan paling lambat 21 Desember 2018.
Sikap KPU tersebut diklaim sebagai bentuk kepatuhan mereka terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 30/PUU-XVI/2018. Putusan itu melarang ketua umum partai politik rangkap jabatan sebagai anggota DPD.