RN - Didin Supriadin harus merelakan karir politiknya. Dia enggan maju sebagai caleg Partai Demokrat.
Didin memilih mundur dari Partai Demokrat Jawa Barat setelah dimintai uang Rp 500 juta. Uang Rp 500 juta diminta ke Didin yang menjabat Wakil Ketua DPD Demokrat Jabar dengan dalih untuk biaya kontribusi Pemilu 2024.
Didin awalnya mengatakan permintaan uang itu ketika proses penjaringan bakal caleg untuk Pemilu 2024. Di awal dia dan para caleg untuk DPRD Provinsi Jabar lainnya dimintai uang Rp 32,5 juta.
BERITA TERKAIT :Masa Jabatan DPR & DPRD Dipangkas, Lagi Digugat Ke MK
Gelar Tasyakuran Di Dapil II Jakarta Utara Bareng Akar Rumput Demokrat, Bunda Neneng Mulai Gaspoll Menangkan Pasangan RK-Suswono
"Ketika penjaringan dan pendaftaran caleg provinsi dimulai, para bacaleg diminta kontribusi sebesar Rp 32.500.000," ujarnya kepada wartawan, Selasa (9/5/2023).
Kemudian pada Rabu 12 April, kata Didin, seluruh bacaleg diminta mengisi formulir pernyataan di Kantor DPD Partat Demokrat Jabar. Di formulir itu ada poin yaitu soal kesiapan tambahan untuk dana saksi partai sebesar Rp 100 juta dan dia menyanggupinya.
Tidak berhenti sampai di situ, Didin mengaku dihubungi bendahara DPD Demokrat Jabar pada Selsa 2 Mei. Dalam percakapan itu Didin mengaku diminta membayar Rp 500 juta agar bisa mendapat nomor urut 1 di Dapil 15 (Kabupaten/Kota Tasikmalaya).
"Bendahara DPD tiba-tiba menghubungi saya dan mengirim no rekening, saat itu saya diminta memberikan kontribusi untuk dana saksi sebesar Rp 500.000.000 yang informasi dari Ketua DPD saya akan diberikan no urut caleg di nomor urut 1 dapil Jabar 15 (Kota dan Kab Tasikmalaya)," tuturnya.
"Karena kata Ibu Ratna Bendahara DPD, untuk di DPC seperti Kota Bandung, Kabupaten Bogor, dll yang dapat no urut 1 bacaleg Kabupaten/Kota tersebut kontribusinya sebesar Rp 300.000.000," lanjutnya menerangkan.
Kepada bendahara Demokrat Jabar, Didin meminta tenggat waktu satu bulan untuk bisa memenuhi uang Rp 500 juta itu. Hanya saja di hari yang sama, dia kembali dihubungi jika ada orang lain yang menyanggupi membayar uang sejumlah Rp 500 juta.
Didin mengaku orang lain yang sanggup membayar Rp 500 juta akan diberikan nomor urut 1 yang awalnya ditawarkan kepadanya.
"Kemudian sore harinya di hari yang sama sekretaris (DPD) menelpon saya kembali dengan memberitahukan kalau posisi no urut 1 akan ditukar dengan Pak Yoyom Romya (bukan pengurus) dengan alasan Pak Yoyom siap membayar dan saya dikasih no urut 2 dengan kontribusi yang tidak terlalu besar," ujarnya.
"Kemudian saat itu saya katakan, silahkan saja kalau Pak Yoyom dapat no urut 1, tetapi saya akan mencabut berkas dan saya tidak akan mencalonkan. Setelah itu, Sekreatris DPD bilang ke saya, tunggu nanti dalam 5 menit saya akan ditelepon kembali," sambungnya.
Namun setelah menunggu, Didin tak kunjung dihubungi. Saat itu juga, Didin memutuskan mengundurkan diri sebagai kader Partai Demokrat maupun sebagai bakal calon legislatif. Didin beranggapan apa yang dilakukan DPD Partai Demokrat Jabar sudah tidak lagi menghargai kader utama yang juga pengurus inti partai.
"Ketersinggungan saya dengan Sekretaris DPD PD Jabar dengan bahasa yang tidak patut dan secara etika tidak pantas, masa saya sebagai pengurus inti DPD dengan mudahnya, cuma karena uang, ada yang bukan pengurus mau ditukar no urutnya menjadi no urut 1 hanya karena saat itu Pak Yoyom siap membayar," jelas Didin.
Sementara itu, pengurus DPD Partai Demokrat Jabar belum bisa dihubungi. Soal isu duit mahar tersebut.