Kamis,  20 November 2025

Buruh Geruduk 24 November, Tolak Kenaikan UM 2026 Rp90 Ribu

M. RA
 Buruh Geruduk 24 November, Tolak Kenaikan UM 2026 Rp90 Ribu
Dok. Demo buruh menuntut kenaikan Upah Minimum.

RN – Rencana aksi akbar buruh yang semula dijadwalkan pada Sabtu (22/11) mendadak diubah menjadi Senin (24/11). Alasannya sederhana namun kritis: tanggal 22 adalah hari libur, yang berarti Istana dan DPR RI kosong, sehingga aksi dinilai tidak akan memberi tekanan politik yang maksimal. Keputusan itu disampaikan Presiden KSPI sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal.

Pada aksi yang akan mengguncang kota-kota industri seluruh Indonesia, buruh menyatakan penolakan keras terhadap kenaikan Upah Minimum 2026 versi pemerintah yang diperkirakan hanya naik sekitar Rp90 ribu per bulan.

Kenaikan yang dinilai sekadar angka kosmetik itu berasal dari perhitungan inflasi 2,65 persen dan pertumbuhan ekonomi 5,12 persen dalam periode Oktober 2024–September 2025, sehingga menghasilkan kenaikan UM sebesar 3,75 persen sesuai rumus putusan MK No. 168/2024.

BERITA TERKAIT :
Reformasi Pajak, Buruh Minta Hapus Gaji Dan THR Harus PTKP

“Rata-rata upah buruh hanya sekitar Rp3 juta per bulan. Kenaikan Rp90 ribu itu tidak masuk akal, tidak cukup untuk menutup kenaikan harga kebutuhan dasar,” ujar Iqbal, dalam keterangannya, Kamis (20/11).

Ia mengungkapkan ada tiga opsi yang akan diperjuangkan buruh dalam negosiasi, pertama, tuntutan utama: kenaikan 8,5–10,5 persen; opsi kompromi: 7,77 persen, hasil inflasi ditambah indeks tertentu dikali pertumbuhan ekonomi; dan opsi minimal: 6,5 persen, mengikuti kebijakan kenaikan tahun lalu yang ditetapkan Presiden Prabowo, karena kondisi inflasi dan pertumbuhan ekonomi tahun ini hampir identik.

Menurut Iqbal, langkah turun ke jalan bukan tindakan emosional, melainkan respons logis terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap mengabaikan martabat kelas pekerja dan tunduk pada tekanan oligarki usaha. Kenaikan minim dianggap berpotensi menggerus daya beli buruh secara nasional.

Aksi 24 November akan berlangsung serentak di seluruh pusat industri Indonesia. Di Jakarta, massa diperkirakan mencapai 15 ribu buruh, dengan titik aksi di Istana Negara atau DPR RI, tergantung kondisi lapangan. Aksi besar juga akan menggema di Bandung (Gedung Sate), Serang, Semarang, Surabaya (diprediksi tembus 10 ribu peserta), Batam, Banjarmasin, Samarinda, Medan, Aceh, Bengkulu, Pekanbaru, Makassar, Morowali, Manado, Konawe, Ternate, Ambon, Mimika, Merauke, Kupang, dan Lombok, serta puluhan kota industri lainnya.

Iqbal menegaskan aksi kolosal ini menjadi peringatan keras untuk pemerintah, agar jangan gegabah dalam formulasi upah, jangan mengorbankan kesejahteraan buruh demi kepentingan pengusaha besar.

Bahkan, ia memberi sinyal tegas, “Jika kebijakan yang keluar tidak adil bagi buruh, gelombang aksi nasional kedua akan digulirkan. Ini bukan hanya protes, tetapi sikap politik kelas pekerja.”