Pengamat: Banyak Reklame di Kota Bekasi Merusak Estetika Sudut Kota
RN - Kota Bekasi menjadi ladang bisnis reklame. Ungkapan ini mungkin terasa berlebihan, faktanya Kota Patriot sebagai wilayah strategis, sebagai Kota Jasa dan Perdagangan juga sebagai Kota satelit penopang Ibu Kota DKI Jakarta.
Maraknya reklame yang bertebaran di jalan-jalan Kota Bekasi yang tidak beraturan sangat merusak estetika Kota. Demikian dikatakan oleh Pengamat Kebijakan Publik dan juga selaku Ketua Lembaga Kajian Kebijakan Daerah (LK2D), Usman P kepada radarnonstop.co, Kamis (11/5/2023).
"Deretan papan reklame yang kian menyesaki kawasan dijalan Kota Bekasi telah merusak estetika Kota. Tata letak penempatan reklame yang tidak beraturan berada di ruang2 publik tersebut mengganggu pemandangan,"ucap Usman
BERITA TERKAIT :Hasto Yakin Kota Bekasi Bakal Direbut Kader PDIP, RIDHO Diyakini Menang Pilkada
Kena Masalah, Akun Tiktok Herkos Voters Dilaporkan ke Polres Kota Bekasi
Seharusnya kata dia, ruang publik seperti di Jalur protokol seperti Jl. A. Yani, Jl H. Djuanda, penempatan reklame harus sudah di atur ulang baik dari segi ukuran, penempatannya juga jenis reklamenya, antara lain pengaturan ukuran Billboard, Bando Jalan juga JPU yang di manfaatkan menjadi untuk menjadi titik reklame. Sebagai contoh di di lokasi Jln.
"Djuanda depan Stasiun Bekasi ada tiang bando reklame yang tidak jelas peruntukannya apakah tiang reklame atau JPU sebab titiknya dibangun diatas Trotoar yang mana merampas hak para pejalan kaki dan menimbulkan dampak kemacetan," beber Usman.
Dalam menentukan tata letak reklame, lanjut Usman, Pemkot Bekasi seharusnya jangan sekadar mengejar target Pendapatan Asli Daerah tanpa mempertimbangkan aspek estetika Kota. Jika demikian, Pemkot Bekasi hanya menjadi agen kapitalisme atau kepanjangan tangan pengusaha yang sekadar berorientasi profit.
"Tiang reklame yang ada tersebut menjadi cermin pergeseran fungsi di Jalan Djuanda dari ruang publik menjadi kepentingan sesaat pemain bisnis reklame. Untuk itu, Pemkot perlu membuat ruang publik lainnya yang menjawab kerinduan masyarakat yang rindu akan ruang publik yang nyaman. Untuk itu, kita menghimbau kepada Pemkot Bekasi dalam hal ini Dinas BMSDA tidak memberikan ijin teknis pemanfaatan ruang untuk titik reklame yang merusak estetika. Dinas BMSDA harus berani menertibkan titik2 reklame yang tidak memberikan kontribusi PAD," tegasnya.
Menurut Usman, sumber Pendapatan Asli Daerah berasal dari sektor pajak salah satunya adalah pajak reklame.
"Realisasi dari pajak reklame setiap tahunnya apakah mengalami peningkatan? Hal ini perlu di pertanyakan, sebab secara umum mungkin tingkat efektifitas pemungutannya baik, akan tetapi tingkat efektifitas ini akan kembali dipertanyakan jika pada kenyataannya realisasi penerimaan pajak reklame itu masih dibawah potensi yang sebenarnya," paparnya.
Menurut Usman, banyak alasan mengapa terjadi ketidakseimbangan antara potensi dgn realisasi pajak reklame yang menjadi primadona pendapatan asli daerah Kota Bekasi. Potensi penerimaan dari reklame yang besar tidak berbanding lurus dengan target setiap tahunnya.
Mengingat pajak reklame merupakan salah satu unsur dari pajak daerah, maka apabila sektor ini di kelola dengan baik akan berpengaruh kepada penerimaan pajak reklame dan diharapkan akan terus meningkat serta memberikan dampak positif bagi penerimaan PAD dari sektor pajak daerah.
"Persentase perolehan dan pertumbuhan reklame yang cukup tinggi memberikan indikasi betapa besarnya potensi yang ada. Apalagi jika dilihat Kota Bekasi begitu semarak dipenuhi dengan papan-papan reklame. Seharusnya, DPRD dalam hal ini Komisi 3 (tiga) harus lebih rajin turun ke lapangan dan mengawasi lagi realitas di lapangan dengan realisasi target dari sektor ini," cetus Usman mengakhiri.