RN - Proyek di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BNPP) atau dikenal dengan BASARNAS terus dikorek KPK.
Diduga banyak proyek yang bermasalah. KPK telah memulai penyidikan baru terkait dugaan korupsi proyek pengadaan truk angkut personel di Basarnas pada 2014.
Kasus itu tidak terkait dengan operasi tangkap tangan (OTT) di Basarnas yang sebelumnya telah dilakukan KPK.
BERITA TERKAIT :Setyo Budiyanto Jadi Ketua KPK, Bakal Geber OTT Ke Koruptor
Rakyat Menderita Saat Corona, Koruptor Malah Beli Pabrik Air Minum Di Bogor
"Jadi ini hal yang berbeda. Ini pengadaan barang dan jasanya. Kalau OTT-kan suap pengadaan barang dan jasanya," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri di gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (10/8/2023).
Ali mengatakan kasus korupsi pengadaan truk angkut personel di Basarnas diduga mengakibatkan kerugian negara. Kasus ini berbeda dengan OTT di Basarnas yang telah menetapkan Kabasarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi sebagai tersangka.
Dia menyebut dalam kasus korupsi truk angkut personel ada tiga orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Ketiga orang itu berasal dari kalangan sipil.
"Para tersangka yang sudah kami tetapkan ini dari sipil tentu penyelenggara negara dan pihak swasta," katanya.
KPK telah membuka penyidikan baru terkait dugaan korupsi proyek pengadaan barang dan jasa truk angkut personel di Basarnas. Kasus itu diduga merugikan keuangan negara hingga puluhan miliar rupiah.
"Pasal kerugian negara, kisaran puluhan miliar," kata Ali.
Penyidikan baru di Basarnas ini terkait barang dan jasa di Basarnas periode 2012-2018. Kasus korupsi itu berkaitan dengan pengadaan truk angkut personel pada 2014.
"KPK telah membuka penyidikan baru adanya dugaan korupsi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara di lingkungan Basarnas RI Tahun 2012 s/d 2018 berupa pengadaan truk angkut personel dan rescue carrier vehicle tahun 2014," ujar Ali.
Sudah tiga orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Ketiga tersangka itu masing-masing bernama Max Ruland Boseke selaku Sestama Basarnas, Anjar Sulistiyono selaku PPK Basarnas dan Direktur CV Delima Mandiri bernama Wiliam Widarta.
Sementara dalam kasus suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas ada lima orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Kelima tersangka itu terdiri dari tersangka pemberi suap dan penerima suap.
Terima Duit
Kabasarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi mengakui adanya penerimaan duit dari hasil lelang pekerjaan proyek. Kabarsanas sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas.
Marsdya Henri disebut telah mengakui ada penerimaan uang terkait lelang proyek di Basarnas.
Marsdya Henri dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto diperiksa di Puspom TNI pada Rabu (8/8). Keduanya diperiksa sebagai saksi untuk tiga tersangka pemberi suap yang kasusnya ditangani KPK.
"Keduanya dilakukan pemeriksaan bersama dan didalami terkait dugaan penerimaan uang dari tersangka MG (Mulsunadi Gunawan) dkk agar dapat memenangkan lelang proyek di Basarnas," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (11/8/2023).
Ali mengatakan Marsdya Henri dan Letkol Afri bersikap kooperatif. Keduanya disebut telah mengakui adanya penerimaan uang yang diterima untuk memenangkan lelang proyek di Basarnas.
"Informasi dari teman-teman yang melakukan pemeriksaan keduanya kooperatif mengakui adanya dugaan penerimaan sejumlah uang dari pihak swasta terkait dengan lelang proyek di Basarnas dimaksud," ujar Ali.
Sebagai informasi, kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK. Setelah melakukan pemeriksaan, ada lima orang yang ditetapkan menjadi tersangka.
Para tersangka dibagi ke dalam kluster, pemberi suap dan penerima suap. Berikut identitas para tersangka:
Tersangka pemberi (Ditangani KPK)
1. Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati, Mulsunadi Gunawan
2. Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati, Marilya
3. Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, Roni Aidil
Tersangka penerima (Ditangani Puspom TNI)
1. Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi
2. Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto
Henri dan Afri diduga telah menerima suap Rp 999,7 juta dari Mulsunadi dan Rp 4,1 miliar dari Roni. Selain itu, Henri dan Afri diduga telah menerima suap total Rp 88,3 miliar dari sejumlah vendor sejak 2021 hingga 2023.