RN - Kendaraan bermotor dicap sebagai biang kerok penyumbang polisi terparah di Jakarta. 67,4 persen, polusi udara disebabkan motor dan mobil.
Di bawah kendaraan, ada industri, pembangit listrik dan perumahan. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) buka suara soal fenomena polusi udara yang makin menjadi-jadi di DKI Jakarta dan sekitarnya.
PKS menyarankan, pejabat dan aparatur sipil negara (ASN) yang kerja di wilayah terkait mau naik angkutan umum.
BERITA TERKAIT :Duit Bansos DKI Rp 802 Miliar, Jangan Sampai Yang Kaya Dapat Bantuan
Jakarta Masih Ibu Kota, IKN Masih Berantakan?
Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PKS Muhammad Taufik Zoelkifli menjelaskan, kebijakan 50 persen work from home (WFH) untuk pegawai pemerintahan di Jakarta sejatinya tak efektif. Menurut dia, idealnya memang beralih ke angkutan umum.
"Karena jumlah ASN DKI berapa sih, saya lihat cuma 80 ribuan orang, tidak akan efektif untuk menghilangkan tingkat polusi di DKI," ujar Muhammad Taufik, dikutip dari laman resmi PKS.
"ASN DKI dulu wajib beralih ke transportasi umum, baik yang rendahan maupun pejabat semua wajib naik transportasi umum maka akan terpacu semakin baik dan tingkat polusi udara akan menurun," sambungnya.
Lebih jauh, Muhammad Taufik menilai, kebijakan WFH yang diterapkan di tubuh Pemprov DKI bukan menurunkan polusi udara, melainkan menurunkan kinerja para pegawai.
Diketahui, Jakarta pada pagi tadi Jumat (25/8) kemarin masih menempati urutan tiga besar kota paling polutif di dunia. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), penyebabnya banyak, namun yang paling dominan transportasi atau kendaraan bermotor.
"Buruknya kualitas udara di suatu wilayah disebabkan oleh banyak faktor seperti kendaraan bermotor hingga sektor energi seperti PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)," ungkap Plt. Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan.
"Emisi yang dikeluarkan oleh PLTU memang merupakan salah satu faktor penyebab buruknya kualitas udara tapi bukan merupakan satu satunya faktor," tambahnya.
Berdasarkan hasil penelitian Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta 2020, sektor pembangkit listrik, termasuk PLTU, hanya memiliki pengaruh sebesar 5,7 persen (peringkat ketiga) terhadap buruknya kualitas udara di Jakarta.
Sementara lebih dari separuh penyebab polusi udara di Ibu Kota masih disumbang transportasi. Semenjak pandemi reda, jalanan Jakarta mulai 'diserbu' lagi kendaraan bermotor hingga terjadi macet di mana-mana.
"Sumber emisi transportasi masih menjadi sektor terbesar penyumbang buruknya kualitas udara di Jakarta," kata dia.
Berikut sumber-sumber polusi udara di Jakarta menurut BMKG yang dihimpun dari DLH Jakarta:
1. Transportasi (67,04 persen)
2. Industri (26,8 persen)
3. Pembangkit listrik (5,7 persen)
4. Perumahan (0,42 persen)
5. Komersial (0,02 persen).